Mampu Dorong Ekspor, Industri Pulp & Paper Perlu Dikasih Insentif

Paling Siap Hadapi MEA 2015

Minggu, 28 Desember 2014, 06:09 WIB
Mampu Dorong Ekspor, Industri Pulp & Paper Perlu Dikasih Insentif
Masy­arakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
rmol news logo Pemerintah diharapkan me­netapkan lima industri strategis untuk mendukung ekspor. Salah satu­nya in­dus­tri pulp and paper yang ter­bukti mam­pu men­dorong ek­s­por.

Menurut pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, ekspor saat ini menjadi salah satu tumpuan utama bagi pertumbuhan eko­nomi dalam ne­geri. Industri pulp dan kertas memiliki daya dukung besar, ka­rena tidak banyak negara yang me­miliki kemampuan memproduksi.

Industri pulp dan kertas perlu diberikan insentif ka­rena mampu mendorong ek­s­por,” ujar dia.

Aviliani mengatakan, in­sentif bagi industri kertas di antaranya kemudahan regu­lasi karena dapat mendorong ekspor. Langkah itu untuk men­dorong perkembangan industri dalam negeri demi me­ngu­rangi ketergantungan terha­dap ekspor bahan men­tah. Ke de­pan, industri di Indonesia diha­rap­kan dapat menghasilkan pro­duk ekspor yang berdaya saing.

Dia menerangkan, meski saat ini adalah era teknologi, industri pulp dan kertas di­prediksi terus berkembang se­iring pertumbuhan kelas me­nengah di Indonesia. Di an­taranya karena ditopang pe­ningkatan kebutuhan kertas tisu dan kemasan.

Saat ini kesadaran orang ter­hadap lingkungan sema­kin tinggi dengan mengu­rangi penggunaan plastik sehingga beralih ke ker­tas,” tutur Aviliani.

Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Ke­menterian Perindus­trian (Ke­menperin) Pra­nata berharap pemerintah tidak mem­per­panjang moratorium hutan alam dan lahan gambut pada 2015 agar ketersediaan ba­han baku untuk industri pulp dan kertas tidak terhambat. Se­lama ini, pasokan bahan baku untuk industri pulp dan kertas dipasok dari hutan tanaman industri (HTI). Sayangnya, sektor itu banyak menghadapi masalah.

Pranata menilai, industri pulp dan kertas Indonesia saat ini menduduki urutan ke­enam di ASEAN dan keti­ga di Asia. Karena itu, dia optimistis industri pulp dan kertas nasional mampu men­duduki posisi terdepan saat diberla­ku­kan­nya Masy­arakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. MEA men­jadi lang­kah awal untuk me­ngem­bangkan pasar,” ujar dia.

Menurut dia, produk pulp dan kertas seharusnya tidak memerlukan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) karena merupakan produk hilir, yang me­man­faatkan kayu yang telah me­ngantungi SVLK. Sayang­nya, Kementerian Ling­ku­ngan Hidup dan Kehutanan memiliki pemahaman lain yang berbeda karena semua produk kayu harus memiliki SVLK.

Kondisi ini justru me­nam­bah biaya produksi yang se­harusnya tidak perlu terjadi. Akibatnya, pab­rik hanya mam­pu mem­pro­duk­si sam­pai pulp saja dan tidak ber­lanjut ke produk kertas se­hingga daya saing turun.

Wakil Ketua Umum Aso­siasi Pulp dan Kertas Indo­nesia (APKI) Rusli Tan yakin, pemerintah dapat mening­katkan ekspor 300 persen pada 2015 atau lebih cepat dari target pemerintah jika memberikan insentif bagi industri pulp dan kertas. Di antaranya, dengan mem­be­rikan Usance Letter of Credit (LC) agar buyer dapat mem­bayar pembelian pulp dan kertas dari Indonesia selama enam bulan.

Dijamin dengan Usance LC ekspor Indonesia pasti melonjak,” tutur Rusli.

Menurutnya, patut di­per­tanyakan mengapa minat investasi terutama asing di industri pulp dan kertas mi­nim, mengingat potensi In­donesia besar untuk me­ngem­bangkan sektor tersebut. Rus­li menduga karena adanya ketidakpastian investasi dan peraturan yang tumpang tin­dih. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA