Pengawasan Distribusi BBM Ceroboh, Truk Dari Depot Tak Sampai Ke SPBU

Tim Reformasi Migas Sesalkan Buruknya Data Pertamina

Kamis, 11 Desember 2014, 11:09 WIB
Pengawasan Distribusi BBM Ceroboh, Truk Dari Depot Tak Sampai Ke SPBU
ilustrasi
rmol news logo Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) mengungkapkan, selama ini mafia migas selalu dikaitkan dengan kegiatan impor minyak. Padahal, para mafia itu juga bermain di distribusi.

Komponen BBM subsidi ada dua, yaitu harga dan volume. Di sisi harga, mafia bermain terkait impor BBM. Sementara volume ada di distribusi BBM bersub­si­di,”  ujar anggota Tim Refor­masi Tata Kelola Migas Djoko Sis­wanto kepada Rakyat Mer­deka di Jakarta, kemarin.

Menurut Djoko, kerugian ne­gara akibat permainan mafia dis­tribusi ini lebih besar dari aksi mafia impor minyak.

Selama ini, kata Djoko, Perta­mina selalu melaporkan titik se­rah BBM subsidi hanya sampai di depot BBM, bukan di titik se­rah terakhir BBM subsidi, yakni di nozel Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Nah, se­lama ini juga sering ada permain­an ketika mobil truk BBM dari depot tidak sampai ke SPBU tapi lari ke tempat lain.

 Djoko membayangkan jika sebuah mobil truk pengangkut BBM dengan isi 10 kiloliter (KL) dijual ke industri dengan dispa­ritas harga antara solar subsidi dengan solar non subsidi yang mencapai Rp 5.000 per liter, ma­ka keuntungan mereka bisa tem­bus Rp 50 juta per truk.               

Padahal, sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) No.15 Ta­hun 2012 di mana titik serah BBM sub­sidi ada di nozel SPBU. Djoko menyayangkan hingga ki­ni hal itu tidak dilakukan Perta­mina. Se­mentara, penyalur BBM yang lain seperti AKR Corpo­rin­do dan Surya Parna Niaga sudah mela­kukan itu dan datanya lengkap.

”Harusnya cuma satu truk mi­nyak untuk memenuhi kebu­tuhan BBM SPBU. Tapi dengan adanya penyimpangan, harus kirim satu truk lagi karena pengiriman per­tama tidak sampai ke tujuan. Itu juga membuat kelangkaan karena lama kosong,” ungkapnya.

Direktur Gas Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) ini juga me­ngatakan, meski truk itu sam­pai ke pom bensin, tapi penya­lur­an dari SPBU juga tidak trans­pa­ran. Sekarang, tidak ada data di­jual ke mana saja BBM subsidi itu oleh SPBU.

Jika dijual ke industri dan truk tambang dan kendaraan yang di­larang menggunakan BBM sub­sidi tentu itu salah,” cetusnya.

Menurut Djoko, sedari dulu ti­dak ada data soal dijual kemana BBM subsidi itu oleh SPBU. Me­reka juga selalu ber­alasan dengan menolak pro­gram pengendali, misalnya melalui program Radio Frequency Identi­fi­cation (RFID) dan kartu lainnya.

Padahal program tersebut un­tuk memantau penjualan BBM subsidi, apakah tepat sasaran atau tidak. Hingga saat ini tidak ada data yang lengkap soal penyalu­ran BBM subsidi,” kritik Djoko.

Karena itu, dia mengaku tidak aneh jika kuota BBM subsidi te­tap jebol meski harga sudah di­naikkan oleh pemerintah. Deng­an lemah­nya pengawasan ini, tidak aneh juga kegiatan penye­lun­dup­an BBM masih sering ditemukan.

Djoko menyarankan, sebelum menerapkan sistem subsidi tetap, pemerintah harus memperbaiki penyalurannya supaya tidak ter­jadi penyimpangan BBM subsidi.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, akan banyak pihak yang menolak penghapusan sub­sidi BBM.

Soalnya ada rente di situ (sek­tor BBM), sehingga akan ba­nyak orang yang berusaha mem­per­ta­hankan,” ujar Sudirman saat ber­kunjung ke Rakyat Merdeka, belum lama ini.

Paling Ruwet Di Dunia

Direktur Marketing dan Retail Pertamina Ahmad Bambang me­ngakui, distribusi BBM di Indo­ne­sia dinilai paling ruwet di du­nia.

Saya pernah katakan distri­busi di Indonesia paling ruwet. Terma­suk distribusi pakai pesawat. Ma­na ada di dunia distribusi BBM pakai pesawat,” cetus Bambang.

Bambang mengatakan, selama November 2014, harga bensin pre­mium keekonomian alias tan­pa subsidi adalah Rp 9.000. Har­ga keeknomian premium ini ha­nya beda tipis dibanding harga pertamax, yang saat ini sekitar Rp 9.950 per liter.

Menurutnya, harga BBM ter­sebut sudah didasarkan pada in­dikator-indikator pembentuk har­ga yang sesuai. Pembentuk­nya itu ada har­ga crude, kemudi­an harga trans­portasi. Kemudian ada storage ke masing-masing SPBU dan Pajak,” sebutnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA