Direktur Institute for DeÂvelopÂment Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, PemeÂrintah Jokowi cukup serius melaÂkuÂkan pemberantasan mafia minyak dan gas (migas).
Hal itu bisa dilihat dari dipilihÂnya Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola MiÂnyak dan Gas Bumi dan Amien SuÂnaryadi sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana KegiaÂtan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kedua orang itu mempunyai
track record yang cukup baik,†ujarÂnya kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut Enny, Faisal dikenal sebagai orang yang lurus dan tidak mempunyai konflik kepenÂtingan serta dikenal konsisten dalam maÂsalah tata kelola migas. SeÂmentara Amien adalah bekas Wakil Ketua KPK, sehingga
track record-nya dalam pemberanÂtasan korupsi tidak usah diragukan lagi.
Kendati begitu, Enny mengaku memberantas mafia migas tiÂdakÂlah mudah. Para mafia itu berÂmain sangat rapi.
Mereka itu ibarat kentut, kita cuma bisa cium baunya saja tapi peÂlakunya bias, tidak ketahuan. Tapi masih ada harapan ke depan kedaulatan energi bisa kembali tercapai,†kata Enny.
Untuk itu, lanjut Enny, perlu banyak perÂbaikÂan dalam tata kelola migas di daÂlam negeri. Apalagi saat ini proÂduksi minyak nasional terus turun.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo BamÂbang Sulisto mendukung Jokowi perbaiki sektor migas. Menurut Suryo, yang perlu dibenahi pemeÂrintah adalah meÂnekan kebocoran dan peÂnyimÂpangan di industri miÂgas yang membuat industri ini tiÂdak efisien dan kalah daya saing.
Mafia migas hidup karena diÂpeÂngaruhi subsidi BBM. Ini meÂnyeÂbabkan banyak BBM naÂsional diseÂlundupkan keluar neÂgeri karena harganya lebih muÂrah,†papar Suryo.
Karena itu, Kadin mendukung pemerintah menaikkan harga BBM subsidi yang banyak tidak tepat sasaran dan dialihkan unÂtuk pembangunan infrastruktur.
Asosiasi Perusahaan Migas NaÂsional (Aspermigas) menyamÂbut positif pembentukan Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Kita sepakat mafia migas haÂrus dilibas. Namun permasaÂlahan mendasar di balik darurat energi bukan hanya pada bercoÂkolnya mafia, melainkan fakta keterganÂtungan Indonesia terhaÂdap impor minyak,†ujar Ketua Umum AsÂpermigas Effendi Siradjuddin di Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan, saat ini IndoÂnesia mengimpor BBM sebesar 850 ribu barel per hari (bph) atau sekitar Rp 1,7 triliun. Jika tidak diÂantisipasi dengan tepat, skenaÂrio terburuk dalam bebeÂrapa dekade ke depan Indonesia akan memaÂsuki era tanpa minyak.
Pihaknya berharap, pemerintah membuat kebijakan bertahap yang akan memberikan peran leÂbih besar kepada perusahaan miÂgas nasional.
Pengamat perminyakan John Karamoy mengatakan, ada faktor penting yang patut diperÂhatikan dalam jangka pendek dan meÂneÂngah terkait besarnya keterganÂtungan IndoneÂsia terhaÂdap impor minyak. Misalnya, keberhasilan dalam menemukan cadangan miÂÂnyak baru. Lalu keberhasilan daÂlam menÂcipÂtakan sumber energi non fosil ramah lingkungan (diÂverÂsifikasi).
Audit Petral Plt Sekjen PDIP Hasto KrisÂtiÂanÂto meminta pemerintah lebih progresif memerangi mafia migas dengan mengintegrasikan seluruh aparat pajak dan penegak hukum.
Integrasi seluruh aparatur harus dilakukan untuk melawan berbagai bentuk kejahatan ekoÂnomi yang merongrong kedauÂlatan ekonomi Indonesia,†kata Hasto dalam jumpa pers, kemarin.
Menurut dia, kenaiÂkan harga BBM merupakan kebijakan untuk mendorong reformasi struktural perekonomian nasional melalui reformasi pajak guna meningÂkatÂkan kedaulatan ekonomi.
Dia mengatakan, pengalihan subsidi menjadi kebijakan yang memastikan agar rakyat yang hiÂdup di bawah garis kemiskinan mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan gratis melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Hasto juga meminta pemerinÂtah melakukan efisiensi di sektor miÂgas dan secara simultan meÂlakuÂkan audit migas secara meÂnyeÂluruh, termasuk mengaudit Petral. Juga secepatnya memerinÂtahkan Pertamina mengÂgunakan seluruh minyak mentah produksi nasional untuk diolah oleh kilang-kilang dalam negeri.
Sekjen PKB Abdul Kadir KarÂding menambahkan, kebiÂjakan kenaikan harga BBM adalah piÂlihan yang sulit. Dia yakin, siapaÂpun Presiden yang menjabat saat ini, bakal meÂnaikkan harga BBM subsiÂdi. ***