Butuh Rp 200 T Untuk Hapus Kawasan Kumuh

Pemerintah Tak Berdaya Penuhi Hunian Layak

Senin, 06 Oktober 2014, 09:38 WIB
Butuh Rp 200 T Untuk Hapus Kawasan Kumuh
ilustrasi, Kawasan Kumuh
rmol news logo Masyarakat Indonesia yang tinggal di pemukiman ku­muh berkategori ringan sampai berat masih sangat tinggi. Me­reka tersebar di 3.201 ka­wasan kumuh dan tersebar di 415 ka­bupaten/kota di seluruh In­do­nesia. Kebanyakan ada di dae­rah metropolitan.

“Jumlahnya cukup banyak. Hingga Agustus 2014 saja ter­dapat 34,4 juta jiwa masyarakat yang masih tinggal di kawasan kumuh. Tapi kita harus optimis bisa kita atasi di 2019,” kata Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto.

Dia mengakui, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri me­ng­urai pemukiman kumuh. Perlu dukungan semua pihak agar pemukiman kumuh tersisa nol persen di 2019.

“Kita salah satu stakeholder yang ikut selesaikan masalah pe­mu­kiman kumuh. Harus ada ke­terlibatan Kementerian Peru­ma­han Rakyat, Bappenas, Ke­men­terian Lingkungan Hidup. Kita pu­nya program bersama,” jelasnya.

Namun, Djoko mengung­kapkan, peran pemerintah saja tidak cukup. Semua elemen Ma­syarakat juga harus diikutkan.

Selain itu, untuk mengurai pe­mukiman kumuh harus di­mulai dari masyarakat yang ting­gal, kemudian dilakukan pe­nataan kawasan atau ling­kungan. Langkah terakhir ada­lah memberi perbaikan eko­no­mi atau membuka kesempatan usaha bagi masyarakat yang tinggal di kawasan.

“Pertama, manusianya disa­darkan dulu, baru lingkungan diperbaiki, terus kalau ekonomi nggak cukup dia akan kumuh lagi. Karena itu kita harus ser­takan masyarakat,” ucapnya.

Dia berharap, lahir ide-ide kreatif dari ahli tata kota dalam dan luar negeri serta masya­rakat pemerhati lingkungan hingga kepala daerah yang terbukti sukses menata kotanya.

Dirjen Cipta Karya Kemen­terian PU Imam S Ernawi me­nerangkan, ada kriteria pemu­kiman dikatakan kumuh, di antaranya kondisi bangunan, aksebilitias kawasan, drainase, layanan air minum, air limbah, pengelolaan persampahan dan pengamanan kebakaran.

Imam menyebut, kriteria itu melekat pada rumah kumuh yang sebagian besar tersebar di kota-kota metropolitan. “Yang terbanyak di kota metro seperti Jakarta, Medan, Palembang dan Surabaya,” ujarnya.

Menurut dia, setidaknya dibutuhkan dana hingga Rp 200 triliun untuk menghapus kawasan kumuh.

Imam menyebut, dana sebe­sar itu tidak akan cukup bila hanya mengandalkan anggaran pemerintah pusat. Butuh dukungan pihak lain seperti pemerintah daerah, perusahaan nasional dan daerah, swasta hingga masyarakat.

“Anggaran pemerintah pusat sepertiga dari itu. Sementara dua per tiga dari Anggaran Pen­da­pa­tan dan Belanja Daerah (APBD), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” sebutnya.

Untuk itu, pihaknya akan membangun infrastruktur pe­nunjang pemukiman untuk membantu menghapus pemu­kiman kumuh. Sisanya, bisa didukung kementerian terkait hingga bantuan dari BUMN dan sektor swasta.

Ketua DPP Asosiasi Pe­ngem­bang Perumahan dan Pemu­kiman Seluruh Indonesia (Aper­si) Eddy Ganefo menga­takan, tumbuhnya kawasan kumuh akibat ketidakberda­yaan peme­rintah mengemban tanggung jawab memenuhi hunian yang layak bagi rakyatnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA