Program Ketahanan Pangan Dinilai Gagal Perbaiki Gizi Masyarakat

Senin, 06 Oktober 2014, 09:11 WIB
Program Ketahanan Pangan Dinilai Gagal Perbaiki Gizi Masyarakat
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah perlu mengubah paradigma ketahanan pangan yang sudah dilakukan bertahun-tahun. Sebab, paradigma lama yang hanya fokus pada swasem­bada beras ternyata tak berhasil menekan jumlah penderita gizi buruk di dalam negeri.

“Capaian ketahanan pangan selama ini belum berdampak pada kondisi ketahanan jasmani ma­syarakat,” kata Peneliti Uta­ma Pu­sat Analisis Sosial Eko­nomi dan Kebijakan Per­tanian (PSEKP) Ke­menterian Per­tanian (Ke­mentan) Achmad Suryana.

Menurut dia, pemerintah me­mang berhasil menggenjot pro­duksi beras untuk mengimbangi per­tumbuhan jumlah penduduk. Namun, keberhasilan itu tak menular ke produksi tanaman pangan lainnya.

Dia menilai, hambatan ketaha­nan pangan ada pada masalah distribusi dan daya beli. “Keber­hasilan di padi tidak tertolong dengan kenaikan produksi tana­man pangan sekunder, kecuali jagung,” ujarnya.

Achmad mengungkapkan, ada data historis yang menunjukkan kesuksesan pemerintah mening­katkan produksi beras. Dimulai pada masa kolonial Belanda, te­patnya 1931, produksi beras na­sional 3,5 juta ton. Itu mencakup ketersediaan beras 58,4 kilogram (kg) per kapita.

Pada Orde Lama, kata dia, ke­cukupan beras naik menjadi 12 kg per kapita ketika penduduk sudah berjumlah 77 juta jiwa.

“Pemerintah Orde Baru melan­jutkan keberhasilan dengan me­ningkatkan kecukupan beras menjadi sebesar 164 kg per ka­pita,” tuturnya.

Belum selesai sampai di situ, lanjut Achmad, ketersediaan beras terus melonjak hingga mencapai 285 kg per kapita dalam 12 tahun terakhir pasca reformasi. Kecuali jagung, fenomena peningkatan produksi tak terjadi pada komo­ditas pangan pokok lain.

Dalam 12 tahun terakhir, pro­duksi jagung meningkat dari 9,6 juta ton menjadi 18 juta ton. “Tapi kita lihat kedelai anjlok menjadi 3,1 kg per kapita, produksi cuma 780 ribu ton. Demikian pula ubi tanah dan ubi kayu,” ungkap dia.

Dampaknya, program ketaha­nan pangan yang dicanangkan sejak 2002 tidak berhasil mem­per­baiki gizi masyarakat. Data 2011-2013 menunjukkan jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi masih di level 5 persen dan 11,9 persen.

“Kemudian, 35 persen anak di bawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Rendahnya kualitas gizi masyarakat pada gilirannya bakal menyulitkan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan,” tuturnya.

Staf Ahli Menteri Pertanian Pantjar Simatupang menambah­kan, total surplus beras 2011-2013 mencapai 26 juta ton. Na­mun, itu tidak berhasil mengu­rangi jumlah penderita gizi buruk.

“Kita terperangkap paradoks. Me­limpah, tapi ada kelaparan ter­sembunyi, konsumsi energi dan pro­tein tidak mencukupi,” ce­tusnya.

Untuk itu, kata dia, perlu ada perubahan paradigma ketahanan pangan. Pemerintah harus me­mikirkan diversifikasi dan kemudahan akses pangan.

“Agendanya bagaimana kita fokus membuka akses pangan ke­pada yang berhak dan produksi bi­sa berimbang,” kata Pantjar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA