Dirjen Industri Agro KementeÂrian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, pihaknya dan Kementerian PerÂdaÂgangan (Kemendag) mengkaji pemberlakukan SVLK produk imÂpor furnitur. Langkah ini untuk menjaga produk dalam negeri dari serbuan furnitur yang kuaÂlitasnya buruk.
“Ini juga sebagai azas keadilan. UnÂtuk ekspor kita sudah berlaÂkukan SVLK, nah saat ini yang impor juga harus diberlakukan,†ujar Panggah usai persiapan peÂnyelenggaraan Internasional FurÂniture dan Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015 di Gedung KeÂmenÂperin, kemarin.
Menurut Panggah, saat ini baÂnyak produk furnitur dan keraÂjinan Indonesia yang dicontek negara lain seperti China yang hampir mirip dengan produk buatan Indonesia, misalnya ukiÂran Jepara. Karena itu, dia menÂcurigai banyak produk Indonesia yang cuma di finishing oleh Negeri Tirai Bambu itu.
Karena itu, pihaknya menarÂgetkan lima tahun ke depan nilai ekspor furnitur kayu dan rotan mencapai 5 miliar dolar AS. Tahun lalu, nilai ekspor furnitur kayu mencapai 1,56 miliar dolar AS dan rotan olahan 245 juta dolar AS.
Panggah optimis target bisa dicapai dengan didukung potensi bahan baku yang dimiliki dalam negeri baik rotan maupun kayu. Apalagi, banyak kebijakan pemeÂrintah yang mendorong perkemÂbangan industri ini, salah satunya SVLK untuk menjaga bahan baku kayu tidak ekspor sembarangan.
Ketua Komisariat Daerah Jawa Timur Asosiasi Industri PermeÂbelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Laurentius Liem mengatakan, Indonesia baru menyumbang satu persen pasar global. Besaran industri secara global mencapai 440 miliar dolar AS pada tahun lalu.
Menurut dia, Indonesia masih tertinggal dari Barzil, Vietnam dan Polandia yang masing-masing menyumbang 2 persen. Apalagi, dibanding China yang menyumbang 31 persen produksi mebel dunia.
Kenapa bisa begitu, Menurut Laurentius, saat ini banyak kayu Indonesia yang diekspor tanpa asal-usul yang jelas. Dengan adanya kebijakan SVLK ekspor bahan baku tersebut sudah mulai berkurang, sehingga negara yang tadinya sumber bahan bakunya berasal dari Indonesia mengalami penurunan produksi.
“Produksi China bagus di
-finishing, sedangkan kualitas baÂhan bakunya jelek. Beda dengan produk lokal,†ungkap dia.
Laurentius berharap, dalam lima tahun ke depan Indonesia bisa menghasilkan lebih dari 2 persen produksi mebel dunia dengan nilai 8–10 miliar dolar AS per tahunnya.
“Dalam 10 tahun ke depan InÂdonesia ditargetkan, bisa menÂsuplai 5 persen pangsa pasar meÂbel dunia,†ujarnya.
Selain itu, pihaknya akan menÂcanangkan
roadmap revitalisasi industri pemebelan Indonesia pada saat pembukaan Pameran IFFINA 2015. Saat ini, Asmindo sedang menyelesaikan finalisasi
roadmap tersebut. ***