Produk Furnitur & Kerajinan RI Banyak Dicontek China

Sistem SVLK Mau Diterapkan

Kamis, 02 Oktober 2014, 09:22 WIB
Produk Furnitur & Kerajinan RI Banyak Dicontek China
ilustrasi
rmol news logo Meski memiliki bahan baku kayu dan rotan yang melimpah, in­dustri furnitur Indonesia masih kalah dibanding China. Peme­rintah pun mengkaji pember­lakukan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) produk furnitur impor.

Dirjen Industri Agro Kemente­rian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, pihaknya dan Kementerian Per­da­gangan (Kemendag) mengkaji pemberlakukan SVLK produk im­por furnitur. Langkah ini untuk menjaga produk dalam negeri dari serbuan furnitur yang kua­litasnya buruk.

“Ini juga sebagai azas keadilan. Un­tuk ekspor kita sudah berla­kukan SVLK, nah saat ini yang impor juga harus diberlakukan,” ujar Panggah usai persiapan pe­nyelenggaraan Internasional Fur­niture dan Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015 di Gedung Ke­men­perin, kemarin.

Menurut Panggah, saat ini ba­nyak produk furnitur dan kera­jinan Indonesia yang dicontek negara lain seperti China yang hampir mirip dengan produk buatan Indonesia, misalnya uki­ran Jepara. Karena itu, dia men­curigai banyak produk Indonesia yang cuma di finishing oleh Negeri Tirai Bambu itu.  

Karena itu, pihaknya menar­getkan lima tahun ke depan nilai ekspor furnitur kayu dan rotan mencapai 5 miliar dolar AS. Tahun lalu, nilai ekspor furnitur kayu mencapai 1,56 miliar dolar AS dan rotan olahan 245 juta dolar AS.

Panggah optimis target bisa dicapai dengan didukung potensi bahan baku yang dimiliki dalam negeri baik rotan maupun kayu. Apalagi, banyak kebijakan peme­rintah yang mendorong perkem­bangan industri ini, salah satunya SVLK untuk menjaga bahan baku kayu tidak ekspor sembarangan.

Ketua Komisariat Daerah Jawa Timur Asosiasi Industri Perme­belan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Laurentius Liem mengatakan, Indonesia baru menyumbang satu persen pasar global. Besaran industri secara global mencapai 440 miliar dolar AS pada tahun lalu.

Menurut dia, Indonesia masih tertinggal dari Barzil, Vietnam dan Polandia yang masing-masing menyumbang 2 persen. Apalagi, dibanding China yang menyumbang 31 persen produksi mebel dunia.

Kenapa bisa begitu, Menurut Laurentius, saat ini banyak kayu Indonesia yang diekspor tanpa asal-usul yang jelas. Dengan adanya kebijakan SVLK ekspor bahan baku tersebut sudah mulai berkurang, sehingga negara yang tadinya sumber bahan bakunya berasal dari Indonesia mengalami penurunan produksi.

“Produksi China bagus di-finishing, sedangkan kualitas ba­han bakunya jelek. Beda dengan produk lokal,” ungkap dia.

Laurentius berharap, dalam lima tahun ke depan Indonesia bisa menghasilkan lebih dari 2 persen produksi mebel dunia dengan nilai 8–10 miliar dolar AS per tahunnya.

“Dalam 10 tahun ke depan In­donesia ditargetkan, bisa men­suplai 5 persen pangsa pasar me­bel dunia,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya akan men­canangkan roadmap revitalisasi industri pemebelan Indonesia pada saat pembukaan Pameran IFFINA 2015. Saat ini, Asmindo sedang menyelesaikan finalisasi roadmap tersebut.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA