“Saya kira penyusunan kabiÂnet di Rumah Transisi ini haÂnyalah upaya bagi-bagi kue. TaÂpi kuenya tidak sampai ke uruÂsan perlindungan anak,†ujar Arist kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Padahal, bentuk kejahatan dan situasi yang sangat tidak meÂnguntungkan bagi anak-anak Indonesia dalam 10 tahun terÂakhir sangat mengkhawatirÂkan. Jika pemerintahan mendaÂtang tidak memberikan perhaÂtian khuÂsus, kata Arist, kondisiÂnya akan semakin runyam.
“Saya katakan, situasi anak Indonesia tidak mengunÂtungÂkan. Peristiwa-peristiwa kejahaÂtan terhadap anak juga tidak maÂkin menurun. PerÂlinÂdungan terÂhadap anak dalam konÂdisi darurat nasional,†ujarnya.
Dia memaparkan, kejahatan seksual terhadap anak IndoneÂsia berada pada urutan tertingÂgi, setelah kejahatan penyaÂlahÂguÂnaÂan narkotika. Berada di uruÂtan kedua sebagai kejahatan yang tidak pernah ditangguÂlaÂngi dengan serius. Akibatnya, maÂsa depan anak Indonesia tiÂdak akan baik.
Perhatian pemerintah melalui Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak juga tidak maksimal. “Sudah 10 taÂhun terÂakhir ada kementerian itu, apa haÂsilnya bagi perlinÂduÂngan anak? Mestinya, ada keÂmenÂteÂrian khusus yang dibenÂtuk unÂtuk perlindungan anak, supaÂya memiliki basis dan geÂrakan langsung sampai ke tingÂkat daeÂrah secara khusus dalam perÂlindungan anak. Tetapi saÂyang sekali, pemerintah mungÂkin belum menganggap anak sebaÂgai generasi penerus bangÂsa,†sesal Arist. ***