Kementan Klaim Kekeringan Yang Terjadi Belum Mengkhawatirkan

Persediaan Pangan Dianggap Cukup

Kamis, 25 September 2014, 08:50 WIB
Kementan Klaim Kekeringan Yang Terjadi Belum Mengkhawatirkan
ilustrasi
rmol news logo Kekeringan yang melanda sebagian wilayah di Pulau Jawa belum ditanggapi serius oleh pemerintah. Kementerian Perta­nian (Kementan) dianggap masih santai dan melihat pasokan pa­ngan tahun ini dalam batas aman.

Namun, Kementan mengaku sudah memperingatkan peme­rintah daerah yang berpotensi mengalami gagal panen akibat kekeringan.

“Kewaspadaan perlu diting­kat­kan jika hingga Oktober keke­ri­ngan tetap terjadi,” ujar Direktur Budidaya Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Ke­men­tan Hasil Sembiring.

Ia mengungkapkan, koordinasi dilakukan dalam beberapa cara yaitu dengan penggunaan ka­lender tanam. Lalu, penggunaan varietas padi unggul dan pe­nyimpanan lumbung air yang sudah harus dilakukan sebelum mu­sim kemarau datang.

Selain itu, pemerintah pun su­dah mulai menerapkan bebe­rapa ke­bijakan dalam upaya opti­malisasi potensi luas tanam. Di an­taranya lewat monitoring kon­disi standing crop serta potensi waduk. Karena itu, Sembiring mengung­kapkan, kekeringan yang melanda saat ini belum mengkhawatirkan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengungkap­kan, impor komoditas pangan, khususnya pangan stategis seperti beras harus segera dilakukan un­tuk memenuhi persediaan pangan awal tahun depan. “Beli dulu stok, keluarkan pada saat keadaan mengkhawatirkan,” ujarnya.

Memang, menurut Suryamin, hingga akhir tahun ini diperkira­kan persediaan pangan akan men­cukupi, sehingga laju inflasi ma­sih dapat terkendali dan daya beli ma­syarakat diharapkan dapat dijaga.

Namun, harus ada langkah kon­krit pemerintah untuk meng­anti­sipasi masalah ancaman perse­diaan pangan. Jika tidak ada kebi­ja­kan khusus, kesejahteraan ma­sya­rakat terancam. “Karena iklim tidak begitu bersahabat,” ungkapnya.

Pangkas Impor

Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis, Kamajaya berharap pemerintah mendatang punya komitmen yang kuat mengurangi impor semua produk yang ber­basis komunitas besar seperti petani dan nelayan.

“Di catatan kami yang impor­nya gila-gilaan itu gula, jagung, ke­delai, daging, beras, ikan. Se­mua itu harus dipangkas,”  tegas Kamajaya kepada warta­wan, kemarin.

Menurut dia, perusahaan yang boleh mengimpor  juga harus pe­rusahaan yang membeli produk-produk petani dan nelayan.

“Misalnya, ada satu peru­sa­haan dapat jatah (impor) 100 juta ton gula. Menurut saya mesti dipang­kas. Separuhnya dia harus membeli produk lokal,” ungkap Kamajaya.

Tak hanya itu, kewenangan Ke­menterian Perdagangan (Ke­men­dag) dalam mengatur masalah impor komoditas pangan yang ber­basis komunitas besar seperti petani padi, gula, jagung, terma­suk produk peternak dan nelayan juga harus dipangkas.

 Kamajaya menyarankan Indonesia mencontoh India soal mem­bangun pola kerja Kemen­terian Perdagangan dan Pertanian.

“India itu menjadikan kebija­kan perdagangannya sebagai sub kebijakan produk pangan me­reka. India itu impor atau ekspor ngggak boleh sembarangan, ha­rus tanya dulu kondisi pro­duksi  dan harga petani mereka ba­gaimana. Mereka gunakan basis itu untuk ambil kebijakan per­da­gangan. Kalau kita dibalik, yang penting impor, ambil gampang­nya saja,” jelasnya.

Dengan kebijaan itu, India tak perlu takut kalau diberi sanksi oleh World Trade Organization (WTO). Indonesia juga mestinya tak perlu kuatir untuk mem­proteksi produk dalam negeri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA