Namun, Kementan mengaku sudah memperingatkan pemeÂrintah daerah yang berpotensi mengalami gagal panen akibat kekeringan.
“Kewaspadaan perlu ditingÂkatÂkan jika hingga Oktober kekeÂriÂngan tetap terjadi,†ujar Direktur Budidaya Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan KeÂmenÂtan Hasil Sembiring.
Ia mengungkapkan, koordinasi dilakukan dalam beberapa cara yaitu dengan penggunaan kaÂlender tanam. Lalu, penggunaan varietas padi unggul dan peÂnyimpanan lumbung air yang sudah harus dilakukan sebelum muÂsim kemarau datang.
Selain itu, pemerintah pun suÂdah mulai menerapkan bebeÂrapa keÂbijakan dalam upaya optiÂmalisasi potensi luas tanam. Di anÂtaranya lewat monitoring konÂdisi standing crop serta potensi waduk. Karena itu, Sembiring mengungÂkapkan, kekeringan yang melanda saat ini belum mengkhawatirkan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengungkapÂkan, impor komoditas pangan, khususnya pangan stategis seperti beras harus segera dilakukan unÂtuk memenuhi persediaan pangan awal tahun depan. “Beli dulu stok, keluarkan pada saat keadaan mengkhawatirkan,†ujarnya.
Memang, menurut Suryamin, hingga akhir tahun ini diperkiraÂkan persediaan pangan akan menÂcukupi, sehingga laju inflasi maÂsih dapat terkendali dan daya beli maÂsyarakat diharapkan dapat dijaga.
Namun, harus ada langkah konÂkrit pemerintah untuk mengÂantiÂsipasi masalah ancaman perseÂdiaan pangan. Jika tidak ada kebiÂjaÂkan khusus, kesejahteraan maÂsyaÂrakat terancam. “Karena iklim tidak begitu bersahabat,†ungkapnya.
Pangkas Impor
Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis, Kamajaya berharap pemerintah mendatang punya komitmen yang kuat mengurangi impor semua produk yang berÂbasis komunitas besar seperti petani dan nelayan.
“Di catatan kami yang imporÂnya gila-gilaan itu gula, jagung, keÂdelai, daging, beras, ikan. SeÂmua itu harus dipangkas,†tegas Kamajaya kepada wartaÂwan, kemarin.
Menurut dia, perusahaan yang boleh mengimpor juga harus peÂrusahaan yang membeli produk-produk petani dan nelayan.
“Misalnya, ada satu peruÂsaÂhaan dapat jatah (impor) 100 juta ton gula. Menurut saya mesti dipangÂkas. Separuhnya dia harus membeli produk lokal,†ungkap Kamajaya.
Tak hanya itu, kewenangan KeÂmenterian Perdagangan (KeÂmenÂdag) dalam mengatur masalah impor komoditas pangan yang berÂbasis komunitas besar seperti petani padi, gula, jagung, termaÂsuk produk peternak dan nelayan juga harus dipangkas.
Kamajaya menyarankan Indonesia mencontoh India soal memÂbangun pola kerja KemenÂterian Perdagangan dan Pertanian.
“India itu menjadikan kebijaÂkan perdagangannya sebagai sub kebijakan produk pangan meÂreka. India itu impor atau ekspor ngggak boleh sembarangan, haÂrus tanya dulu kondisi proÂduksi dan harga petani mereka baÂgaimana. Mereka gunakan basis itu untuk ambil kebijakan perÂdaÂgangan. Kalau kita dibalik, yang penting impor, ambil gampangÂnya saja,†jelasnya.
Dengan kebijaan itu, India tak perlu takut kalau diberi sanksi oleh
World Trade Organization (WTO). Indonesia juga mestinya tak perlu kuatir untuk memÂproteksi produk dalam negeri. ***