Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri membantah PemeÂrinÂtah SBY hanya mewarisi beÂban subsidi yang besar kepada PeÂmeÂrintah Jokowi. Justru, peÂmeÂrintah saat ini sudah meÂnyiapÂkan dana kompensasi akibat dampak keÂnaikÂan harga BBM nanti.
Dia mengatakan, dalam AngÂgaÂran Pendapatan dan Belanja NeÂgara Perubahan (APBNP) 2014, peÂmerintah menganggarÂkan Rp 5 triliun dan Rp 5 triliun lagi dalam Rancangan APBN 2015. Total keÂseluruhan anggaran kompensasi yang disiapkan pemerintahan saat ini mencapai Rp 10 triliun.
Kendati begitu, menurut ChaÂtib, anggaran kompensasi untuk 2015 diperkirakan akan berubah lagi jika tidak disetujui DPR.
"Tergantung DPR. Jadi ini bukÂti pemerintah, ada yang biÂlang nggak disiapkan apa-apa peÂmeÂrintah baru itu nggak benar. Ini saja sudah kita siapkan," tegas bekas Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu di Jakarta, kemarin.
Terkait dengan waktu kenaikan harga BBM, Chatib mengaku tidak meÂngetahuinya. Dia meÂnyeÂrahkan waktu kenaikan harga kepada pemerintahan baru.
Untuk diketahui, Pemerintah JoÂkoÂwi-JK berencana menaikkan harÂga BBM subsidi pada NovemÂber 2014, tidak lama setelah dilantik.
Chatib menambahkan, pihakÂnya meminta DPR tidak meÂngunÂci kuota BBM subsidi. Apalagi berÂdasarkan pengaÂlaman, setiap tahun konsumsi BBM subsidi selalu memÂbengkak dari kuota yang diteÂtapkan oleh pemerintah.
MenÂteri Perencanaan PembaÂngunan Nasional/Kepala Badan PerenÂcaÂnaan Pembangunan NaÂsional (PPN/Bappenas) Armida AlisÂjahÂÂbana menyatakan, dana kompenÂsasi yang sediakan tahun depan diperkirakan sama seperti tahun ini. Tapi itu hanya keÂrangÂka dasar dan sewaktu-seÂwaktu bisa berÂubah.
Kendati begitu, dia belum meÂngetahui, program yang akan dijalankan pemerintahan menÂdatang. Kemungkinan, program komÂpensasi akan digodok di APBN Perubahan (APBNP).
Pengamat Ekonomi dari LemÂbaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, kenaikan harga BBM idealnya dilakukan pada 2015, karena daÂpat dibarengi dengan program pendukung dari naiknya harga bahan bakar.
Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) SalaÂmuÂddin Daeng meminta Tim TranÂsisi tak membohongi JokoÂwi dengan mengeluarkan perÂnyataan bahwa subsidi BBM buÂkan meruÂpakan hak konstiÂtusional rakyat. "Pernyataan semacam itu akan menÂjatuhkan popularitas Jokowi di maÂta penÂdukungnya," ujar dia, kemarin.
Sementara itu, Direktur EkÂsekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman meÂnyarankan agar Jokowi memilih calon menteri ESDM yang tidak terkait dengan masa lalu. Dikatakan, munculnya beberapa calon menteri ESDM seperti Kuntoro Mangunsubroto, Ari Soemarno, Purnomo YusgiÂantoro, Raden Priyono, dan Darwin Silalahi masih belum bisa meyakinkan publik soal keÂmampuan menangani maÂsalah ESDM. Penilaian sama diÂberikan kepada bekas bos PerÂtamina Ari Soemarno dan bekas Kepala BP Migas Raden Priyono.
Dia menjelaskan, nama-nama yang saat ini muncul pernah berkecimpung dalam kebijakan energi nasional. Mereka sudah diberi kesempatan oleh konstitusi untuk memperbaiki tata kelola migas. Namun faktanya, justru keÂtika mereka menjabat, mafia miÂgas makin menggurita dalam sistem ekonomi politik.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar calon Menteri ESDM berani melawan kekuÂasaan seven sisters company di industri migas dan minerba seperti Freeport, NewÂmont, Shell, British PetroÂleum, Chevron, Exxon Mobil.
Dia menyebut, kerugian negara akibat praktif mafia migas tiap tahun bisa mencapai Rp 37 triÂliun. Jika dihitung sejak berÂlakuknya UU No 2 Tahun 2001 tenÂtang Migas, maka kerugian negara lebih dari Rp 370 triliun. ***