Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman memperkirakan, kenaikan tarif listrik tersebut bisa menghemat anggaran subsidi sekitar Rp 17,36 triliun.
Selain itu, kenaikan TDL untuk delapan golongan akan dilakukan secara berkala sampai November 2014. Nantinya, delapan golongan pelanggan listrik tersebut sudah tidak lagi mendapatkan subsidi listrik.
“Penghematan tinggal digabung saja, dua golongan I3 terbuka dan I4 penghematannya sebesar Rp 8,85 triliun. Sedangkan penghematan enam golongan Rp 8,51 triliun, ya November 2014 tanpa disubsidi,†tandasnya.
Adapun delapan golongan pelanggan yang mengalami kenaikan tarif listrik adalah golongan industri menengah terbuka (I3), industri besar (I4), industri I3 non terbuka (tbk) dan pelanggan rumah tangga R3.
Kemudian, pelanggan pemerintah (P2) dengan daya di atas 200 kilovolt ampere, golongan rumah tangga (R1) dengan daya 2.200 VA, golongan pelanggan penerangan jalan umum (P3) dan pelanggan rumah tangga (R1) dengan daya 1.300 VA.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mencatat, kenaikan TDL menjadi salah satu faktor utama inflasi Agustus setelah uang sekolah dan ikan segar.
Suryamin mengatakan, TDL menyumbang inflasi 0,12 persen untuk Agustus. Untuk inflasi Agustus sendiri mencapai 0,47 persen. dan tren inflasi memang sedang turun.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengatakan, kenaikan TDL dapat mengganggu kinerja produksi dan ekspor industri besar sehingga dapat mengganggu persiapan Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community (AEC).
“Kenaikan TDL pasti akan mempengaruhi biaya produksi. Saya khawatir menganggu kinerja produksi, apalagi untuk industri besar, padahal kita sedang bersiap ke MEA,†kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat.
Hidayat mengatakan, ada beberapa sektor industri yang mengeluhkan kenaikan TDL yakni industri baja, tekstil, petrokimia dan semen.
Salah satu dampak yang dikhawatirkan adalah tergerusnya daya saing produk industri nasional, karena pelaku industri semakin terbebani dengan biaya produksi yang semakin tinggi.
Biaya produksi yang tinggi akan membuat pelaku usaha dapat mengurangi spesifikasi dan keunggulan produk industri, selain menaikkan harga jual.
Padahal, saat AEC diberlakukan, produk-produk Indonesia harus siap bersaing dengan kompetitor asing yang sudah merambah pasar global, bukan hanya kawasan.
Menurut Hidayat, nilai efisiensi yang diperoleh pemerintah akibat kenaikan TDL sekitar Rp 8 triliun belum tentu lebih besar dari dampak pelemahan atau kerugian industri yang terjadi. ***