Tanpa Sertifikat Tambang CnC, Pengusaha Sulit Ekspor Minerba

Dirjen Kementerian ESDM Ogah Dipaksa & Ditekan

Selasa, 26 Agustus 2014, 09:05 WIB
Tanpa Sertifikat Tambang CnC, Pengusaha Sulit Ekspor Minerba
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Energi Sum­ber Daya Mineral (ESDM) ti­dak akan memberikan sertifikat Clean and Clear (CnC) bagi pe­ru­sahaan tambang yang be­lum memenuhi syarat. Pra­sya­rat itu tidak bisa ditawar lagi.

CnC sangat diperlukan bagi pengusaha tambang untuk men­dapat rekomendasi sertifikat Ek­sportir Terdaftar (ET) dari Ke­menterian Perdagangan sam­pai 1 September 2014. Jika tidak memiliki ET, maka pengu­saha tidak bisa melakukan ekspor.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kemen­te­rian ESDM R Sukhyar mene­gaskan, pi­haknya tidak bisa asal me­nerbitkan CnC meski ada sekitar 1.000 perusahaan tam­bang yang antre.

“Kita tidak bisa dipaksa,” ka­ta­nya kepada Rakyat Merdeka.

Sukhyar menjelaskan, ada ti­ga syarat utama yang harus di­pe­nuhi mendapatkan CnC. Per­tama, peru­sahaan harus me­mi­liki bukti tidak menunggak pem­bayaran royalti. Kemudian, me­miliki ser­tifikat lulus analisis dampak ling­kungan (amdal) dan melaku­kan reklamasi ling­­kung­an sekitar tambang.

Setelah syarat itu dipenuhi, se­lanjutnya Kementerian ESDM akan mengirim rekomendasi ET kepada Kementerian Perdagangan.

Ketua Komite Bisnis Aso­sia­si Pertambangan Batubara In­do­­nesia (APBI) Pandu Sjahrir me­nilai, tidak ada sosialisi yang me­madai dari pemerintah da­lam hal penerapan CnC. Mes­ki dari sisi tujuan baik un­tuk me­nekan illegal mining, tapi dari sisi waktu sangat tidak tepat. Apalagi, jika harus dipak­sakan berlaku per 1 Sep­tember 2014.

“Aturan dari Ditjen Minerba tidak disosialisasikan dengan me­madai. Dari sisi waktu juga tidak tepat sehingga akan ber­efek bu­ruk pada semua,” tegas Pandu.

Menurut Pandu, banyak pe­ngu­saha sudah mengajukan per­­min­­taan sertifikasi clean and clear sejak tiga tahun lalu. Tapi sam­pai saat ini tidak ada keje­lasan dari Kementerian ESDM apakah per­mintaan itu diterima atau tidak.

 Jadi, menurut dia, jika aturan itu dipaksakan, banyak pe­ru­sahaan tambang yang se­benar­nya sudah clean and clear tiba-tiba ti­dak bisa mengirim ba­tu­bara ke pembeli. Padahal, su­dah ada komitmen bisnis.

Keluhan ini sudah disam­pai­kan pengusaha saat Sosia­lisasi Per­mendag 39 pada 7 Agustus 2014. Sayangnya, ma­sukan in­dustri sama sekali tak di­ako­mo­dir. Bahkan, sosialisasi Per­men­dag 39 justru berbeda de­ngan ke­ten­tuan yang termuat da­lam Per­dirjen Minerba Nomor 714. 

Menurut Pandu, semua ke­ten­­tuan baru itu belum pernah dite­laah bersama-sama dengan in­dustri padahal dam­paknya cukup negatif.

Ia menegaskan, jika CnC tetap diterapkan per 1 September, su­dah bisa dipastikan perusahaan batu­bara yang sudah memiliki ko­mitmen penjualan akan ter­ganggu sehingga tidak bisa eks­por. Dampaknya akan ber­imbas pada sisi makro ekonomi di mana neraca perdagangan akan makin defisit.

Sekjen Asosiasi Pemasok Ener­gi dan Batubara Indonesia (Aspe­bindo) Ekawahyu Kasih meminta aturan itu ditunda.

“Mestinya pe­rusahaan diberi waktu me­ngu­rus perbaikan jika ada yang tum­pang tindih. Ka­langan pe­ngusaha sang­at ber­harap bisa men­dapatkan status CNC untuk melakukan ekspor.” katanya.

Ekawahyu khawatir, dengan adanya aturan itu bisa memper­panjang rantai birokrasi. Belum lagi, tidak ada kepastian waktu berapa lama pengu­ru­­san untuk mendapat CnC. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA