Ngaco, Kenaikan Harga Gas 12 Kg Diklaim Tak Kurangi Warga Miskin

Di Lapangan, Harga Tabung Bisa Naik Berlipat Apalagi Jualannya Berjenjang

Senin, 25 Agustus 2014, 10:00 WIB
Ngaco, Kenaikan Harga Gas 12 Kg Diklaim Tak Kurangi Warga Miskin
ilustrasi, Gas 12 Kg
rmol news logo Pemerintah mengklaim kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) tidak akan berdampak pada kenaikan jumlah orang miskin. Padahal, kenaikan itu akan berdampak pada naiknya harga makanan yang otomatis menambah beban masyarakat.

“Kalau kenaikan elpij 12 kg nggak terlalu berdampak (pada orang miskin),” klaim Asisten Koodinator Kelompok Kerja (Pokja) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ari Perdana.

Menurutnya, kenaikan harga elpiji 12 kg sangat minim pengaruhnya pada tingkat kemiskinan. Soalnya, penggunanya sangat sedikit dan berasal dari kelas atas.

Kendati begitu, kata Ari, kemungkinan berpengaruh pada kemiskinan tetap ada jika kenaikan harga elpiji 12 kg membuat harga kebutuhan ikut naik. Tapi hal itu tidak akan terlalu besar.

Hal senada disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo. Menurut dia, kenaikan harga elpiji 12 kg tidak akan memberikan dampak besar bagi kenaikan harga secara umum atau biasa disebut inflasi. Apalagi, kenaikan tersebut sudah diperhitungkan oleh pemerintah.

Vice President Elpiji dan Gas Product PT Pertamina (Persero) Gigih Wahyu Irianto mengaku pihaknya sedang melakukan konsultasi dengan pemerintah terkait kenaikan harga elpiji 12 kg yang rencananya dilakukan tahun ini.

Pengamat ekonomi Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko menilai, kebijakan kenaikan gas elpiji 12 kg justru berpotensi semakin memperbesar jumlah kelompok masyarakat miskin.

“Kenaikan harga gas riskan juga terhadap penambahan angka kemiskinan,” sebutnya. Ngaco, kalau dibilang kenaikan harga gas 12 Kg tidak berpengaruh ke kemiskinan.  Alasannya, begitu harga gas 12 kg naik, maka harga makanan jadi juga akan naik. Sementara masyarakat termasuk usaha kecil sangat rentan terhadap dampak kebijakan ini.

Agustinus yakin, kenaikan harga makanan jadi akan mengerek laju inflasi yang kemudian berkorelasi dengan angka kemiskinan. “Risikonya besar (kenaikan harga gas 12 kg). Karena kemiskinan rentan dan sangat sensitif terhadap kebijakan makro ekonomi,” ungkapnya.

Untuk itu, katanya, pemerintah perlu membuat kebijakan dan strategi penyangga agar jumlah penduduk miskin tidak semakin banyak.

Direktur Indonesia Monitoring Centre (IMC) Supriansa mengatakan, kenaikan inflasi dan lonjakan harga makanan berdampak pada meningkatnya beban masyarakat. Apalagi, belum lama ini tarif dasar listik (TDL) pengguna listrik rumah tangga 1.300 volt ampere ke atas sudah dinaikkan juga. “Beban masyarakat akan bertambah. Secara tidak langsung akan menaikkan harga dan melonjaknya jumlah orang miskin,” katanya.

Supriansa mengatakan, meski pemerintah menaikkan harganya tidak tinggi, misalnya Rp 1.000 per kg tapi di lapangan harga itu jauh berbeda. Kenaikkannya bisa berlipat-lipat. “Apalagi proses penjualannya berjenjang. Jadi harga dari agen hingga konsumen akan berbeda,” jelasnya.

Bahkan, kata dia, sebelum naik harganya, pasti elpiji 12 kg di lapangan sudah naik duluan karena para agen dan penyalur menahan pasokan. Akibatnya, pasokan menjadi langka dan harga ikutan melonjak. Kondisi itu tidak hanya terjadi pada elpiji 12 kg saja, tapi juga akan langsung berdampak kepada langkanya elpiji 3 kg.

“Dengan naiknya harga elpiji 3 kg yang selama ini disubsidi pemerintah, maka angka kemiskinan akan ikutan naik,” bebernya.

Karena itu, Supriansa menyarankan, sebelum penyaluran elpiji 3 kg digunakan sistem tertutup, sebaiknya kebijakan untuk menaikkan harga elpiji 12 kg tidak dipaksakan jalan.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA