Berdasarkan penelusuran
Rakyat Merdeka, di lapangan masih banyak ditemukan tabung gas melon yang belum diuji ulang atau sudah lewat batas waktu uji ulang. Kondisi itu sangat berÂbaÂhaya bagi konsumen.
Dalam aturannya, tabung-tabung gas itu selain diperiksa seÂtiap isi ulang di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE), juga harus dilaÂkuÂkan uji ulang setiap lima taÂhun seÂkali untuk mengetahui kuaÂlitasnya, apakah masih layak atau tidak.
Di daerah Depok dan Cibinong masih ditemukan beberapa taÂbuÂng gas elpiji 3 kg yang sudah lewat batas waktu uji ulang.
Secara teknis, untuk mengeÂtahui apakah tabung elpiji itu suÂdah masuk waktu diuji ulang atau belum bisa dilihat pada pegangan taÂbung. Di bagian pegangan taÂbung ini terdapat kode empat angÂka yang ditempel, misalnya 10-07. Artinya, tabung ini harus diuji ulang pada bulan 10 tahun 2007. Setelah diuji ulang, PertaÂmiÂna akan menstempel lagi kaÂpan waktu uji ulang selanjutnya.
Di beberapa warung penjual elpiji di daerah tersebut ditemuÂkan banyak tabung yang belum dilakukan uji ulang. Hal ini bisa dilihat dari kode batas waktu. Selain itu, masih banyak juga taÂbung gas melon yang katupnya berÂmasalah, jadi ketika dipaÂsangkan regulator gasnya bocor.
Ati (40), pemilik warung yang menjual gas 3 kg di Depok meÂngaku tidak tahu soal kode uji ulang tabung itu. Dia hanya meÂneÂrima kiriman dari agen. Tapi, dia mengaku banyak pelanggan yang harus bolak-balik ke waÂrungnya untuk mengganti tabung atau ganti karet katupnya.
“Banyak yang tidak pas kaÂtupnya jadi bocor. Biasanya meÂreka minta tukar karetnya, jika tidak benar juga tabungnya kita ganti,†cetusnya.
Biasanya, kata Ati, katup yang bocor karena ditutupi kotoran. Untuk mengatasinya, tinggal ditekan pakai obeng katupnya biar gas keluar dulu supaya kotoran bersih. Setelah itu, tidak ada masalah lagi.
Bekas pemilik industri tabung elpiji Yayat S Andhi mengungÂkapÂÂkan, di lapangan banyak berÂedar tabung elpiji 3 kg yang asli tapi ilegal. Dia mengaku, tidak aneh dengan kondisi itu. Hal terÂsebut terjaÂdi karena sudah tidak ada orderan tabung lagi dari PerÂtamina.
“Dulu ada 72 industri yang memÂbuat tabung elpiji 3 kg yang ditunjuk Pertamina. Tapi saat ini tinggal 10-an industri karena tidak ada order,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Tidak ada order inilah yang membuat beberapa industri nakal tetap membuat tabung dan langÂsung dijual dengan harga murah. Soalnya mereka sudah investasi besar untuk bangun pabrik. “Harga taÂbung resmi Rp 108 ribu, yang palÂsu sekitar Rp 75 ribu per taÂbung,†ungkap Yayat.
Bahkan, menurut dia, pada 2012 Pertamina menghentikan orÂder tabung baru karena jumlah tabung di lapangan lebih banyak dari jumlah yang diordernya. Ini memperlihatkan tabung ilegal dari dulu sudah marak.
Untuk kualitas, bahan baku di bawah tabung asli yang pelat bajanya harus SGH 295 dan taÂbung tersebut harus memenuhi stanÂdar safety SNI 19-1452-2001.
Menurut Yayat, harusnya pengawasan di SPBE saat pengiÂsian ulang diperketat supaya tabung ilegal tidak beredar lagi.
Vice President Corporate ComÂmuÂnication Pertamina Ali MunÂdakir yang dikonfirmasi mengÂklaim pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap tabung elpiji. Pengujian tetap dilakukan saat isi ulang di SPBE.
“Yang tidak lolos dipisahkan dan tidak dipakai lagi. Bahkan, tidak perlu sampai uji ulang, jika jelek langsung diganti,†tegasnya.
Kendati begitu, Ali mengaku jumlah tabung yang beredar meÂmang lebih banyak daripada yang diorder Pertamina untuk menjaga ketika ada yang rusak bisa langÂsung diganti.
Sekretaris Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (KeÂmenperin) Setio Hartono mengaÂtakan, uji ulang tabung elpiji 3 kg tanggung jawab Pertamina. Perusahaan pelat merah itu sudah mempunyai bengkel atau workÂshop untuk menguji ulang tabung-tabung melon itu.
Pihaknya, kata Setio, dalam konversi minyak tanah ke gas itu hanya sebatas untuk menguji kualitas tabung apakah sudah seÂsuai standar atau belum. Untuk uji ulangnya, Kemenperin hanya bertugas mengecek apakah bengÂkel atau industri sudah sesuai dengan standar.
“Kita hanya bertugas mengeÂcek kondisi industrinya. SelanÂjutÂnya tanggung jawab Pertamina,†katanya kepada
Rakyat Merdeka.Namun, dia mengimbau mestiÂnya uji ulang tidak dilakukan lima tahun sekali. Ketika ada tabung yang kondisinya sudah penyok harus segera diuji ulang lagi, maÂsih layak atau tidak.
“Ini untuk menghindari terjaÂdinya ledakan. Intinya, ada peÂningkatan pengawasan,†tandasÂnya. ***