Obral Dividen 25 Triliun Di AS, Freeport Cuekin Pemerintah RI

Energy Watch: Perusahaan Itu Wajib Diberi Sanksi Karena Bohong

Senin, 21 April 2014, 09:25 WIB
Obral Dividen 25 Triliun Di AS, Freeport Cuekin Pemerintah RI
PT Freeport Indonesia
rmol news logo Pemerintah didesak memberikan sanksi kepada PT Freeport Indonesia karena tidak mau memberikan dividennya. Padahal perusahaan asal Amerika Serikat (Amrik) itu tahun 2013 mengalami keuntungan.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan, pihaknya bakal terus menagih dividen dari Freeport yang tidak disetor ke negara.

“Freeport itu untung Rp 6 triliun. Kami akan minta terus,” kata Dahlan di Jakarta, kemarin.

Bekas dirut PLN itu mengaku, keputusan Freeport tidak membagi dividen ke negara dibuat berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Alasannya, kinerja perusahaan tersebut kurang baik.

Dahlan menjelaskan, dalam RUPS tersebut perwakilan pemerintah di Freeport menolak keputusan itu. Pasalnya, setoran dividen Freeport dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai penerimaan negara.

Namun apa daya, jumlah saham pemerintah di perusahaan itu hanya 9,36 persen sehingga tidak bisa mempengaruhi keputusan RUPS.

“Karena pemungutan suara, mereka menang. Mereka bisa ambil kekutusan tanpa kita, karena 9,36 persen itu hampir tidak ada artinya,” ungkapnya.

Bahkan, meski akan memaksa Freeport untuk menyetor dividen interim, pemerintah masih harus meminta persetujuan para pemegang saham melalui RUPS.

Hal lebih tegas disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brojonegoro. Dia mendesak Kementerian BUMN menagih dividen Freeport yang selama dua tahun tidak disetorkan kepada pemerintah. Padahal kondisi keuangan perusahaan tersebut tercatat tidak mengalami kerugian.

“BUMN harus berupaya menagih lagi karena seharusnya ada return dari modal pemerintah. Setahu saya Freeport untung,” ujarnya.

Hal yang sama diutarakan Menteri ESDM Jero Wacik. Dia menegaskan negara harus menagih dividen yang tidak dibagikan Freeport. “Harus ditagih,” tandasnya.

Untuk diketahui, Freeport tahun ini kembali tidak menyetorkan dividen kepada pemerintah dengan alasan penjualan yang turun. Namun, di Amerika Serikat, Freeport bagikan dividen 2,19 miliar dolar AS atau Rp 24,9 triliun. Padahal dari belasan anak usaha mereka, hanya PT Freeport Indonesia yang pendapatan dan labanya naik.

Dalam laporan kinerja keuangan Freeport-McMoRan Copper & Gold (FCX) 2013, tercatat volume penjualan emas maupun tembaga dari tambangnya di Indonesia mengalami kenaikan. Kenaikan tercatat 6,2 persen atau menjadi 4,34 miliar dolar AS dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni 4,09 miliar dolar AS.

Freeport mencatat penjualan tembaga naik menjadi 2,9 miliar dolar AS dari 2,56 miliar dolar AS pada 2012. Sementara volume penjualan tembaga turut naik menjadi 885 juta pounds.

Sebelumnya, Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia Daisy Primayanti menyatakan, tidak dibayarnya dividen PT Freeport Indonesia kepada semua pemegang saham, termasuk ke perusahaan induk dan Pemerintah Indonesia disebabkan beberapa faktor. Antara lain, volume penjualan tembaga dan emas yang menurun karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang dan penurunan harga komoditas global.

Kemudian, penggunaan arus kas untuk investasi sekitar 1 miliar dolar AS guna mendukung pengembangan tambang bawah tanah pada 2017. Tambang bawah tanah ini selanjutnya akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan Freeport.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mendesak pemerintah tegas terhadap Freeport. Perusahaan asing itu dianggap tidak menghormati pemerintah lagi dengan cara berbohong tidak memberikan dividen. Sementara di negara asalnya mereka bagi-bagi dividen.

“Harus ada sanksi tegas terhadap Freeport. Mereka menambang di tanah air kita, tapi tidak membagi keuntungan kepada kita,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Mamit, pemerintah harus berani mencabut izin Freeport di Indonesia. Apalagi, perusahaan itu terbukti tidak memberikan keuntungan bagi pemerintah sendiri. “Kenapa kita harus terus mengistimewakan mereka. Apalagi mereka terus menolak direnegosiasi,” jelasnya.

Dia menambahkan, pemerintah harus segera memaksa Freeport divestasikan sahamnya 51 persen ke Pemerintah Indonesia. Apalagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2012 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Dalam Pasal 97 peraturan tersebut diatur setiap pemegang izin usaha pertambangan asing setelah 5 tahun sesudah berproduksi wajib mendivestasikan sahamnya 51 persen kepada peserta Indonesia secara bertahap. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA