Pertamina Batasi Penyaluran Solar Pertumbuhan Ekonomi Tersendat

Takut Kelebihan Kuota Tak Dibayar Pemerintah, Daerah Diminta Bangun SPBU

Rabu, 16 April 2014, 10:09 WIB
Pertamina Batasi Penyaluran Solar Pertumbuhan Ekonomi Tersendat
PT Pertamina (Persero)
rmol news logo PT Pertamina (Persero) berencana melakukan pembatasan solar subsidi karena kuotanya terbatas. Kelangkaan mengancam berbagai daerah.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, kuota BBM subsidi tahun ini ditetapkan 48 juta ki­loliter (KL). Pertamina keba­gian 47,36 juta KL atau 99,6 per­sen dan sisanya diberikan kepada AKR Corporindo dan SPN. Dari angka tersebut, 32,32 juta KL dialokasikan untuk premium, solar subsidi 14,14 juta KL dan minyak tanah 0,9 juta KL.

 Khusus untuk kuota solar subsidi, Hanung mengaku pihak­nya khawatir pasokan tidak akan mencukupi sampai akhir tahun. Apalagi kuotanya dikurangi oleh pemerintah.

“Realisasi solar tahun lalu se­banyak 15,88 juta kiloliter, se­men­tara tahun ini hanya diberi 14,14 juta kiloliter atau lebih ren­dah 11 persen,”  kata Hanung di Jakarta, kemarin.

Karena itu, menurut dia, men­jelang akhir tahun Pertamina akan melakukan pembatasan so­lar. Hal ini dilakukan untuk men­jaga pa­sokan karena kuota­nya  tidak men­cukupi, bukan karena ki­nerja Per­tamina yang tidak baik.

Oleh sebab itu, pihaknya tidak akan menambah kuota solar. “Kalau Pertamina menyalurkan BBM subsidi melebihi kuota yang ditetapkan APBN, itu ke­le­bihannya tidak akan dibayar pe­merintah,” tutur Hanung.

Terkait banyaknya daerah yang mengeluhkan sulitnya menda­pat­kan BBM subsidi, Hanung me­ngatakan, ada dua penyebab uta­ma kelangkaan BBM di daerah. Pertama, adanya kuota BBM sub­sidi. Lalu kuota tersebut di­bagi-bagi ke seluruh kabupaten/kota.

Ia mencontohkan, ada satu ka­bupaten di Kalimantan yang ta­hun lalu per­tumbuhan ekonomi­nya men­ca­pai 20 persen, tapi diberi kuota BBM subsidi hanya 6 persen. Otomatis masya­rakat­nya bakal berisik karena keku­rangan BBM subsidi.

Kedua, kurangnya infrastruk­tur penyaluran BBM subsidi. Ha­nung mempertanyakan siapa se­benarnya yang bertanggung ja­wab menyediakan infrastruktur seperti stasiun pengisian BBM.

Menurut dia, jika pemerintah daerah bisa mengalokasikan ang­­garan untuk pembangunan SPBU, tentu kelangkaan bisa teratasi.

“Jika di daerah ada SPBU, ting­gal meminta kuota BBM subsidi ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Mi­gas), selanjutnya Perta­mina akan memasok BBM sub­sidi ke SPBU itu,” jelasnya.

Hingga kini masih terdapat 12 kabupaten/kota belum memiliki penyalur BBM seperti SPBU. Me­nurut Hanung, salah satu yang menjadi kendala investor ber­in­ves­tasi di 12 daerah tersebut lan­taran faktor infrastruktur, se­hingga investor enggan me­na­nam­kan investasinya dalam pem­bangunan SPBU atau lem­baga penyalur BBM lainnya.

Karena itu, dia mengusulkan para bupati, khususnya di luar Pulau Jawa dan Sumatera, agar mengalokasikan anggaran di Anggaran Pendapatan dan Be­lanja Daerah (APBD) untuk pem­bangunan sarana pra sarana pe­nyaluran BBM.

Direktur Indonesia Monitoring Centre (IMC) Supriansa me­nga­takan, meski kuota solar habis, Pertamina tetap harus menya­lurkannya. Menurut dia, jika pe­nyaluran solar tersendat, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Apalagi solar banyak digunakan oleh mobil industri kecil dan menengah.

“DPR dan pemerintah harus segera rapat membahas penam­bahan kuota BBM subsidi sebe­lum terlam­bat,” kata Supriansa.

Terkait utang subsidi peme­rintah kepada Pertamina, Sup­rian­sa menyarankan sebaiknya langsung diselesaikan. Jangan sampai masalah tersebut malah membuat masyarakat susah de­ngan tidak dipasoknya solar oleh Pertamina.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan, meminta pemasangan Radio Fre­quency Identification (RFID) lebih difokuskan kepada kenda­raan yang menggunakan BBM solar.

“Untuk kendaraan premium nggak usah, nanti saja, fokus ke kendaraan solar dulu saja,” pintanya.

Susilo mengaku, banyak BBM solar subsidi diselewengkan ke industri, pertambangan dan per­kebunan. Padahal, sektor-sektor tersebut dilarang menggunakan BBM subsidi.

“Solar itu banyak yang jebol kuotanya di beberapa daerah. Ini karena di daerah-daerah tertentu solar dijual ke industri dan per­tam­bangan,” cetus Susilo.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA