Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengaku banyak yang meraÂgukan daerahnya bisa dimasuki investor karena faktor keamanan. Namun, dia memantapkan tekad untuk menjadikan provinsinya sebagai kawasan investasi terbaik di wiÂlayah Indonesia bagian barat. OpÂtimisme itu diduÂkung oleh besarÂnya potensi sumÂber daya alam (SDA) yang dimiliki Kota SeÂrambi Mekah tersebut.
“Sumber daya alam Aceh saÂngat besar. Berbagai komoditi muÂdah sekali didapatkan, tentu menarik baÂgi investor,†ujar Zaini dalam acara
The Aceh Business Forum bertajuk Go West! Invest In Aceh di Four Seasons Hotel, Jakarta, kemarin.
Zaini mengklaim, sudah ada investor Australia yang akan berÂinvestasi di wilayahnya. RencaÂnanya, dalam waktu dekat akan dibuka peternakan sapi AustraÂlia. Dengan adanya peterÂnakan sapi di Aceh, Indonesia bisa menÂÂdapat pemasukan untuk negara melalui ekspor. RencanaÂnya sapi itu akan dikirim ke TiÂmur Tengah sebagai pangsa paÂsar utama InÂdonesia.
Selain dari Australia, dia juga mengklaim akan kedatangan inÂvestor dari Iran. “Untuk para inÂvestor sama sekali tidak meÂngÂalami hambatan atau kendala untuk menanamkan investasiÂnya,†tegasnya.
Zaini menegaskan, daerahnya sangat pro investasi. Misalnya, Undang-Undang Nomor 11 TaÂhun 2006 tentang PemerinÂtahan Aceh yang memberi keweÂnangan kepada Aceh dalam penyelengÂgaraan pemerintahan.
“Kami juga memiliki Qanun Penanaman Modal yang berpiÂhak kepada investor, “ akunya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan menerbitkan beberapa peraturan terkait minyak dan gas serta peraturan soal pengalihan masalah pertahanan yang akan menjadi kewenangan Aceh.
Peraturan lain yang juga pro investasi, menurut Zaini, adalah Peraturan Presiden (Perpres) NoÂmor 11 Tahun 2010 yang memÂbeÂrikan kewenangan langÂsung bagi Aceh untuk melakukan kerja saÂma dengan lembaga internasional.
Ia juga mengklarifikasi soal pemberlakuan syariat Islam di Aceh yang kerap dituding meÂlanggar hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, tudingan itu tidak beÂnar. Sebab, syariat Islam hanya berÂlaku untuk pemeluk agama Islam. Bagi yang non Muslim, tidak ada kewajiban untuk meÂnurutinya.
Jadi Wisata SyariahKementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KemenpaÂrÂkeraf) mendorong tumbuhnya wisata berbasis syariah di Aceh.
“Kalau bicara Aceh kita pasti bicara Islam. Trend di Aceh nggak perlu khawatir. Aceh menÂjadi diferensiasi untuk marketing wisata. Terutama wisata syariah,†ujar Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (WamenÂparekraf) Sapta Nirwandar.
Dia mengatakan, salah satu peluangnya adalah pembaÂngunÂan hotel-hotel syariahndi Aceh. Indonesia sebenarnya terlambat dalam hal itu, karena adanya keÂtakutan soal peneÂrapan syariah Islam di berbagai peluang bisÂnis.
“Hotel syariah jangan dibaÂyangÂkan semuanya tidak boleh, ada step yang harus dilalui. Kita terlambat soal ini, padahal sangat terbuka untuk bisnis. Solo sudah punya tiga hotel syariah dan Bali punya satu,†imbuh Sapta.
Karena itu, menurutnya, Aceh tidak perlu khawatir untuk meÂnerapkan pariwisata berbasis syaÂriah. ***