Buka Peternakan Sapi, Aceh Datangkan Investor Australia

Rabu, 16 April 2014, 09:06 WIB
Buka Peternakan Sapi, Aceh Datangkan Investor Australia
ilustrasi
rmol news logo Masalah kepastian hukum dan keamanan, menjadi pertim­bangan utama bagi investor da­lam berinvestasi. Hal ini yang men­jadi salah satu pekerjaan ru­mah Indonesia, khususnya di Provinsi Aceh.

Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengaku banyak yang mera­gukan daerahnya bisa dimasuki investor karena faktor keamanan. Namun, dia memantapkan tekad untuk menjadikan provinsinya sebagai kawasan investasi terbaik di wi­layah Indonesia bagian barat. Op­timisme itu didu­kung oleh besar­nya potensi sum­ber daya alam (SDA) yang dimiliki Kota Se­rambi Mekah tersebut.

“Sumber daya alam Aceh sa­ngat besar. Berbagai komoditi mu­dah sekali didapatkan, tentu menarik ba­gi investor,” ujar Zaini dalam acara The Aceh Business Forum bertajuk Go West! Invest In Aceh di Four Seasons Hotel, Jakarta, kemarin.

Zaini mengklaim, sudah ada investor Australia yang akan ber­investasi di wilayahnya. Renca­nanya, dalam waktu dekat akan dibuka peternakan sapi Austra­lia. Dengan adanya peter­nakan sapi di Aceh, Indonesia bisa men­­dapat pemasukan untuk negara melalui ekspor. Rencana­nya sapi itu akan dikirim ke Ti­mur Tengah sebagai pangsa pa­sar utama In­donesia.

Selain dari Australia, dia juga mengklaim akan kedatangan in­vestor dari Iran. “Untuk para in­vestor sama sekali tidak me­ng­alami hambatan atau kendala untuk menanamkan investasi­nya,” tegasnya.

Zaini menegaskan, daerahnya sangat pro investasi. Misalnya, Undang-Undang Nomor 11 Ta­hun 2006 tentang Pemerin­tahan Aceh yang memberi kewe­nangan kepada Aceh dalam penyeleng­garaan pemerintahan.

“Kami juga memiliki Qanun Penanaman Modal yang berpi­hak kepada investor, “ akunya.

Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan menerbitkan beberapa peraturan terkait minyak dan gas serta peraturan soal pengalihan masalah pertahanan yang akan menjadi kewenangan Aceh.

Peraturan lain yang juga pro investasi, menurut Zaini, adalah Peraturan Presiden (Perpres) No­mor 11 Tahun 2010 yang mem­be­rikan kewenangan lang­sung bagi Aceh untuk melakukan kerja sa­ma dengan lembaga internasional.

Ia juga mengklarifikasi soal pemberlakuan syariat Islam di Aceh yang kerap dituding me­langgar hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, tudingan itu tidak be­nar. Sebab, syariat Islam hanya ber­laku untuk pemeluk agama Islam. Bagi yang non Muslim, tidak ada kewajiban untuk me­nurutinya.

Jadi Wisata Syariah


Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenpa­r­keraf) mendorong tumbuhnya wisata berbasis syariah di Aceh.

“Kalau bicara Aceh kita pasti bicara Islam. Trend di Aceh nggak perlu khawatir. Aceh men­jadi diferensiasi untuk marketing wisata. Terutama wisata syariah,” ujar Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamen­parekraf) Sapta Nirwandar.

Dia mengatakan, salah satu peluangnya adalah pemba­ngun­an hotel-hotel syariahndi Aceh. Indonesia sebenarnya terlambat dalam hal itu, karena adanya ke­takutan soal pene­rapan syariah Islam di berbagai peluang bis­nis.

“Hotel syariah jangan diba­yang­kan semuanya tidak boleh, ada step yang harus dilalui. Kita terlambat soal ini, padahal sangat terbuka untuk bisnis. Solo sudah punya tiga hotel syariah dan Bali punya satu,” imbuh Sapta.

Karena itu, menurutnya, Aceh tidak perlu khawatir untuk me­nerapkan pariwisata berbasis sya­riah.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA