Revisi UU Migas Diarahkan Cegah Kriminalisasi Pekerja

DPR Tak Mau Kasus Bioremediasi Terulang

Sabtu, 01 Maret 2014, 07:01 WIB
Revisi UU Migas Diarahkan Cegah Kriminalisasi Pekerja
ilustrasi
rmol news logo DPR berjanji akan melakukan revisi Undang-Undang (UU) Migas secara transparan. Kalangan parlemen tidak mau kasus bioremediasi yang menyeret para pekerja migas lokal, terulang kembali.

Komisi Energi DPR memastikan tidak akan merampungkan pembahasan RUU Migas masa sidang ini, karena adanya kesibukan kampanye politik menjelang pemilihan anggota legislative pada 9 April nanti. Anggota Komisi VII DPR Bambang Wuryanto bilang, anggota DPR sedang berkonsentrasi menghadapi pemilihan legislatif.

Diakuinya, pemerintah dan pengusaha sudah mengusulkan supaya RUU Migas segera disahkan oleh DPR. “Posisinya sekarang sudah di Badan Legislasi. Dalam proses disingkronkan dengan Undang-undang lain supaya tidak bertabrakan. Setelah pileg baru akan dibahas,” kata politisi PDIP ini di Jakarta, kemarin.

Bambang menjelaskan, dalam pembahasan RUU tersebut masalah bioremediasi menjadi pembahasan utama. Pasalnya, bioremediasi memang belum diatur dalam undang-undang, sehingga terbuka celah kriminalisasi. “Bioremediasi itu hal yang wajib dan normal. DPR sepakat dengan pengamat lingkungan dan migas, bioremediasi atau proses pemulihan lingkungan tidak melanggar hukum. Nantinya, RUU Migas harus diperkuat dengan peraturan menteri tentang bioremediasi,” jelasnya.

Bioremediasi merupakan pemulihan lingkungan yang tercemar dengan mengandalkan kerja mikroorganisme. Mikroorganisme berasal dari air atau tanah dari lingkungan yang tercemar itu sendiri atau didatangkan dari luar. Untuk meningkatkan metabolisme mikroorganisme, maka dilakukan berbagai cara diantaranya pemupukan, pencampuran, penggemburan, pengairan, dan membolak-balik tanah.

Bambang menegaskan, pemerintah harus menegakkan aturan hukum yang benar dan berkeadilan guna meluruskan persoalan sekaligus melindungi pekerja sektor migas yang jadi korban kriminalisasi seperti dalam kasus bioremediasi. “Jika tidak menegakkan aturan, Indonesia bakal dikecam dunia sebagai negara yang miskin kapasitas hukum dan bukan sasaran investasi yang aman,” ujarnya.

Sementara CPI mengaku kewalahan mencari kontraktor baru untuk melaksanakan proyek bioremediasi, setelah dua direktur kontraktor pelaksana proyek tersebut terjerat kasus dugaan korupsi. Pasalnya, banyak kontraktor yang khawatir bekerjasama karena takut terjerat kasus hukum serupa. “Karena sekarang ini dikriminalisasi, dua kontraktor, sehingga tidak ada lagi yang mau ikut proyek bioremediasi,” kata Pejabat Sementara (Pjs) General Manager Humas PT CPI Iwan Azof di Riau.

Tak hanya proyek bioremediasi yang terbengkalai, ia mengatakan, kegiatan normalisasi tanah yang tercemar limbah pun tersendat. Ia menjelaskan, selama proyek bioremediasi dilaksanakan, pihak kontraktor melakukan pengeboran minyak di dalam tanah. Sebagian dari minyak tersebut rupanya ada yang tumpah ke tanah dan seharusnya segera dibersihkan untuk menghindari pencemaran lingkungan.

Ia menilai sektor hulu migas Indonesia sedang berada di era kegelapan.

Solusinya, ia menyarankan pemerintah terutama penegak hukum agar kembali pada aturan yang jelas. Persoalan yang berada di lingkup perdata atau administrasi jangan dipaksakan masuk ranah pidana apalagi tindak pidana korupsi.

“Dalam situasi seperti ini, peran presiden sangat dibutuhkan guna melindungi warga negaranya dari perlakuan yang tidak adil, dan melindungi iklim investasi agar tetap kondusif. Mempidanakan suatu kontrak bisnis, akan membuat Indonesia menjadi bahan gunjingan masyarakat dunia,” jelasnya.

Anggota Komisi VII DPR Milton Pakpakhan bilang, bioremediasi   atau  proses  dalam penyelesaian  masalah sangat penting dilakukan  terkait dengan  kegiatan  lingkungan.  Mengingat limbah migas yang diperoleh dari eksplorasi dan eksploitasi perlu diolah agar tidak mencemari tanah dari lokasi pengelolaan migas oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Menurutnya, penegak hukum keliru memasukkan kasus bioremediasi CPI sebagai kebijakan yang merugikan negara atau korupsi. Karena  itu, ke depan bioremediasi  perlu dimasukkan dalam revisi  Undang-undang  Migas no 22/2001.

“Bioremediasi sangat penting dilakukan bagi lingkungan. Pasalnya limbah migas yang diperoleh dari eksplorasi dan eksploitasi perlu diolah agar tidak mencemari tanah dari lokasi pengelolaan migas oleh KKKS,” Kata Milton.

Dikatakan  Milton limbah lingkungan migas atau pencemaran di sektor industri hulu migas cukup besar . Jika hal ini tidak bisa dikelola dengan baik, ia khawatir ke depan lahan-lahan yang cukup potensial untuk dijadikan kegiatan industri lain jadi minim dioptimalkan.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA