BPH Migas Diminta Survei Derita Nelayan Di Pantura

Dinas Kelautan & Perikanan Minta Tambah Kuota BBM Subsidi

Rabu, 19 Februari 2014, 09:10 WIB
BPH Migas Diminta Survei Derita Nelayan Di Pantura
ilustrasi
rmol news logo DPR menilai Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) tidak melakukan kajian dalam mengeluarkan aturan pelarangan kapal nelayan 30 gross ton (GT) menggunakan BBM subsidi. Apalagi alasannya hanya untuk keadilan.

Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani mengatakan, BPH Migas seharusnya melakukan penelitian mendalam sebelum menyebut kebijakan itu untuk keadilan. Kebijakan tersebut malah memojokkan para nelayan.

Padahal, kapal nelayan yang masih di bawah 60 GT itu dimiliki nelayan-nelayan kelas menengah, yang mempekerjakan nelayan-nelayan buruh.

“BPH Migas survei saja ke Pantura, bagaimana dan seperti apa kondisi nelayan kita. Harga komoditas ikan juga tidak pernah naik. Pendapatan mereka terpotong drastis dan kehidupan nelayan kembang kempis,” beber Dewi.

Apalagi, kata dia, BPH Migas juga tidak mempunyai data jumlah kapal 30 GT yang dimiliki nelayan. Dengan demikian, BPH Migas tidak tahu kondisi di lapangan alias hanya bicara data di atas kertas dan bukan realita.

“BPH Migas sebagai regulator harusnya melihat realita. Bubarkan saja kalau tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Percuma hanya jadi beban anggaran negara saja,” tegasnya.

Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka meminta pemerintah segera mencabut aturan pelarangan nelayan menggunakan BBM subsidi.

Menurut dia, kesepakatan bersama yang diambil oleh empat instansi yang diwakili dari Ditjen Migas oleh M Hidayat, Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zin H, BPH Migas oleh A Muhaemien dan dari PT Pertamina oleh Deny Djukardi pada 5 Februari 2014 telah memutuskan dicabutnya surat edaran BPH Migas dan Permen ESDM terkait pelarangan kapal di atas 30 GT mendapatkan BBM bersubsidi.

Namun, hingga kini kenyataan di lapangan para nelayan tersebut masih harus gunakan solar industri yang harga per liternya berkisar Rp 11.500-13.000 sementara harga solar bersubsidi hanya Rp 5.500 per liter.

“Belanja solar bagi nelayan habiskan 60 persen modal saat melaut. Apabila gunakan solar industri maka pengeluaran untuk solar meningkat 85-90 persen,” katanya.

Direktur Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, tidak seharusnya BPH Migas mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bagi nelayan karena akan mengakibatkan para nelayan tidak bisa melakukan aktivitas melautnya untuk mencari ikan.

Tambah Kuota Solar


Kepala Seksi Penangkapan Ikan dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Fahri amal mengatakan, kuota solar yang terdapat pada Solar Packed Dealer untuk Nelayan (SPDN) Bantange mengalami kekurangan. Apalagi dengan semakin banyaknya kapal nelayan yang mengisi solar di SPDN tersebut.

“Kuota solar yang diterima saat ini sebesar 72 kiloliter per bulannya, namun pada kebutuhan solar untuk nelayan mencapai 100 kiloliter per bulannya,” ujarnya di Bulukumba.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas Andy Sommeng menyatakan dengan alasan keadilan, pihaknya setuju alokasi BBM subsidi untuk nelayan dibatasi. Apalagi, kapal-kapal tersebut justru milik pengusaha kakap. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, apabila ada SPDN yang mengalami kekurangan kuota solar, bisa minta ditambahkan. “Kita akan berkoordinasi dengan Pertamina jika ada permintaan tambahan kuota solar di SPDN di daerah nelayan,” ujarnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA