Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg Jadi Korban Politik Pemilu

Anggota BPK Sentil Pertamina & Pemerintah

Kamis, 16 Januari 2014, 09:30 WIB
Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg Jadi Korban Politik Pemilu
gas elpiji 12 kg
rmol news logo Aksi korporasi PT Pertamina (Persero) yang memutuskan kenaikan harga gas elpiji 12 kg hanya Rp 1.000 per kg dari sebelumnya Rp 3.500 per kg merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah.

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa mengatakan, kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg sebenarnya mendapat sinyal positif dari pemerintah. Namun, kemudian politisi justru saling buang badan, malah berlomba-lomba menyalahkan Pertamina.

“Pertamina kemudian menganulir aksi korporasi dan memutuskan kenaikan elpiji non subsidi hanya Rp 1.000 per kg, ini terjadi karena inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam berbagai bentuk peraturan yang dibuat sendiri,” ujar Ali Masykur seusai diskusi bertema Harga Elpiji Naik Salah Siapa di Jakarta, kemarin.

Menurut Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) ini, ada beberapa isyarat inkonsistensi pemerintah. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada uji materi Undang-Undang (UU) Migas No.22/2001 pada tahun 2014 telah membatalkan pasal 28 ayat (2) tentang liberalisasi harga BBM/BBG.

Kedua, melalui Undang-Undang Migas Nomor 22/2001, Pertamina telah dirombak menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perseroan dan tunduk pada Undang-Undang No 1/1995 tentang perseroan terbatas dan UU No.19/2003 tentang BUMN yang menyebutkan bahwa orientasi kegiatan perseroan untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

“Artinya Pertamina harus untung dan jika rugi berarti melanggar undang-undang,” tutur capres Konvensi Partai Demokrat ini.

Ketiga, pemerintah mencanangkan peningkatan pengguna gas dengan Indonesia defisit lifting minyak dan surplus produksi gas. Namun, roadmap pemerintah tidak jelas, sehingga tidak ada proyeksi tentang kesinambungan penyediaan bahan bakunya dalam jangka panjang.

Ali menyerukan, semua pihak kembali kepada konstitusi dan taat pada putusan MK yang meletakan BBM/BBG bukan sebagai komoditas komersial biasa. Namun, jadikan BBM/BBG sebagai komoditas strategis yang penting bagi negara untuk kelangsungan hidup orang banyak.

Bekas Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, revisi kenaikan harga elpiji 12 kg merupakan bagian dari bentuk korban politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.

“Kemarin sebelum Pertamina menaikkan kelihatannya pemerintah anteng-anteng saja seolah mereka setuju, tapi begitu naik, seolah langsung memalingkan muka masing-masing,” jelas Said.

Tak hanya memalingkan muka, dia juga mengkritisi tindakan para pejabat yang turut berkomentar dan menolak kenaikan harga elpiji yang dinilai hanya sebagai ajang cari muka (carmuk) di mata masyarakat.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menyesalkan sikap pemerintah seolah membalikkan badan dan tidak mau disalahkan atas kenaikan harga elpiji 12 kg.

“Ini persis seperti melempar mercon (petasan), ketika sudah meledak semua lari. Ini repotnya kalau komoditas ekonomi jadi komoditas politik,” tukasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA