Realisasi Jaminan Pasokan Gas Cuma Omdo, Pebisnis Menjerit

Pemerintah Godok Aturan Larangan Ekspor

Rabu, 15 Januari 2014, 09:52 WIB
Realisasi Jaminan Pasokan Gas Cuma Omdo, Pebisnis Menjerit
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini tengah menggodok aturan larangan ekspor gas. Hal itu untuk menjaga pasokan industri dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Anshari Bukhari mengatakan, aturan itu sejalan dengan perintah Undang-Undang (UU) Perindustrian.  Menurut dia, dalam UU yang baru disahkan akhir tahun lalu  itu disebutkan, pemanfaatan sumber daya alam diutamakan untuk kebutuhan industri dalam negeri.

“Detailnya masih kita rumuskan, bentuknya Peraturan Pemerintah (PP). Dalam PP itu akan diatur kebijakan ekspor gas, bisa berbentuk larangan atau membatasi ekspor dengan kuota atau tarif,” ujarnya, Senin (13/1).

Anshari mengatakan, aturan itu harus dibuat tajam dan baku. Dalam merumuskan PP itu, Kemenperin akan berkoordinasi dengan kementerian lain.

Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin Benny Wachjudi mengatakan, pemerintah berkomitmen memberikan pengamanan dan jaminan pasokan energi untuk sektor industri tahun ini.

Dia  mengatakan, sebagian besar masalah industri yang menggunakan bahan bakar atau bahan baku energi adalah pasokan yang masih kurang  mencukupi. Untuk mengatasi masalah ini, Kemenperin dan Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  sudah melakukan pertemuan intensif untuk memetakan pasokan jangka panjang.

“Kami sudah memetakan ulang untuk jangka panjang. Diharapkan industri punya posisi lebih baik. Saat ini pasokan energi untuk industri masih shortage, terutama pasokan gas,” kata Benny.

Koordinator Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Ahmad Safiun mengatakan, pihaknya mendukung rencana Kemenperin tersebut.  â€Kami sedang memperjuangkan pelaksanaan rencana tersebut,” ujarnya.

Safiun  menilai, selama ini pemerintah mulai dari presiden hingga para menteri selalu menyatakan produksi gas diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Namun  praktiknya, industri pengguna gas kerap mengalami defisit pasokan. “Jaminan pasokan gas tersebut omong doang (omdo) karena itu para pebisnis kerap menjerit,” kritik Safiun.  

 Bahkan, beberapa perusahaan terpaksa berhenti berproduksi lantaran kekurangan gas, yang digunakan sebagai sumber energi dan bahan baku.

 Dari total kebutuhan gas industri sebesar 1.200 juta kaki kubik per hari (mmscfd), tidak termasuk pupuk, yang dipenuhi hanya 700 mmscfd.

“Oleh karena itu, kami menunggu diterbitkannya PP atas undang-undang tersebut. Kami juga akan mengawal realisasi pelaksanaannya,” kata Safiun.

Menurutnya, selama ini keterbatasan infrastruktur menjadi kendala penyaluran gas bagi industri. Namun, pemerintah juga tak kunjung membangun infrastruktur yang dibutuhkan. Padahal, industri telah berkali-kali meminta infrastruktur dibangun.

Sebagai contoh, kata dia, hingga kini, pembangunan pipa gas Trans-Jawa belum selesai. Ironisnya, infrastruktur untuk mengalirkan gas dari Sumatera ke Singapura sudah tersedia.

Safiun menilai, untuk membangun industri yang kuat dan berdaya saing tinggi, pemerintah perlu memberikan jaminan pasokan energi.

Dia lagi-lagi mencontohkan, Pemerintah Malaysia dan Singapura mensubsidi gas untuk industri. Singapura membeli gas dari Indonesia seharga 15-16 dolar AS  per mmbtu.  Namun, harga jual gas ke industri setempat hanya berkisar  4-5 dolar AS  per mmbtu.

Hal serupa dilakukan Pemerintah Malaysia yang menjual gas seharga 4-5 dolar AS  per mmbtu ke industri manufaktur negara itu. Sebaliknya, di Indonesia harga gas industri saat ini sekitar 10  dolar AS  per mmbtu. Alhasil, produksi yang dihasilkan pemanufaktur lokal tidak memiliki daya saing global.

Sebelumnya, pihak PGN berjanji akan memberikan jaminan pasokan gas yang murah bagi industri dalam negeri.***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA