Penjual Ngaku Rugi, Harga Elpiji 12 Kg Di Lapangan Susah Turun

Pertamina Ancam Putus Kontrak Agen Yang Nakal

Jumat, 10 Januari 2014, 09:57 WIB
Penjual Ngaku Rugi, Harga Elpiji 12 Kg Di Lapangan Susah Turun
ilustrasi, elpiji 12 kilogram (kg)
rmol news logo PT Pertamina (Persero) akan memutus kontrak agen elpiji yang masih belum mau menurunkan harga jual elpiji 12 kilogram (kg) sesuai keputusan pemerintah.

“Kami sudah memerintahkan seluruh jajaran di wilayah untuk memastikan agar agen patuh. Kalau ada yang menyimpang (menjual) terlalu mahal, sanksinya di-PHU (pemutusan hubungan usaha),” kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya.

Menurut dia, akan ada pemasangan spanduk harga agar ada kontrol sosial. Dia juga meminta media dan masyarakat untuk melapor ke Pertamina apabila masih ada agen yang menjual elpiji 12 kg di atas harga ketetapan.

Selain itu, Hanung mengaku Pertamina tidak akan menanggung kerugian yang diderita agen gas yang telah membeli elpiji ukuran 12 kg dengan kenaikan harga Rp 3.500 per kg.

Seperti diketahui, awalnya kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp 3.500 per kg, namun pemerintah sepakat menurunkan kenaikan harga menjadi Rp 1.000 per kg. “Pertamina tidak akan melakukan pengembalian uang. Perubahan harga itu sudah risiko bisnis,” tegasnya.

Hanung menegaskan, perseroan tidak akan memberikan kompensasi bagi agen yang masih memiliki stok elpiji dari penetapan harga kenaikan Rp 3.500 per kg. Pasalnya, peraturan berubah sesuai keputusan yang diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir meminta para agen mematuhi dan menerima keputusan ini. “Ini risiko bisnis,” ucap Ali.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyambut baik langkah Pertamina yang akan memberikan sanksi kepada agen elpiji nakal. Namun, langkah itu tidak akan maksimal.

Kenapa tidak maksimal, Sofyano menjelaskan, hingga kini pemerintah tidak tahu siapa saja penyalur elpiji 12 kg, termasuk elpiji 3 kg karena kebanyakan tidak terdata oleh pemerintah.

“Ketika ada penyalur yang memainkan harga atau menimbun elpiji, sulit melacak siapa saja pelakunya,” ungkapnya.

Menurut dia, penyalur elpiji yang terdata oleh pemerintah dan Pertamina hanya sebatas agen dan pangkalan. Padahal, publik tahu bahwa distribusi elpiji juga dijalankan para pengecer yang tersebar di seluruh wilayah dari desa sampai kota.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji, maka kegiatan penyaluran elpiji 12 kg harus memiliki izin dari Menteri ESDM dalam bentuk Surat Keterangan Penyalur (SKP).

Namun, kata Sofyano, hingga saat ini belum satupun penyalur elpiji 12 kg memiliki SKP yang dikeluarkan Dirjen Migas Kementerian ESDM. Dengan kondisi ini, harga elpiji 12 kg di masyarakat susah diturunkan.

Selain itu, dia juga mempertanyakan harga elpiji 3 kg. Menurut dia, pasca dinaikkannya harga elpiji 12 kg, harga gas elpiji subsidi itu juga ikut melonjak tajam melebihi harga eceran tertinggi (HET).

“HET pada gas ukuran 3 kg  merupakan elpiji bersubsdi, bukanlah harga eceran tertinggi, melainkan harga eceran terendah,” tegas Sofyano.

Kenapa? Karena terbukti tidak pernah rakyat kecil bisa beli elpiji 3 kg sebesar Rp 12.750 per tabung sebagimana dimaksud sebagai HET dalam Permen ESDM 28/2008. Bahkan HET yang ditetapkan Permen ESDM No 28/2008 telah dipatahkan secara hukum oleh HET yang ditetapkan oleh pemda yang mengacu kepada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri ESDM No.17/2011-No.05/2011. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA