“Untuk percepatan pergerakan ekonomi daerah, pemerintah perlu lebih inovatif mengeluarkan kebijakan bisnis dan investasi berbasis maritim, utamanya terkait sarana penunjang kapal berbobot di bawah 5.000 DWT (
deadweight tonnage) untuk melayari jarak pendek sebagai jembatan konektivitas nasional,†kata Wakil Ketua Umum Kadin Natsir Mansyur di Jakarta, kemarin.
Menurut Natsir, kebijakan yang inovatif tersebut dinilai sangat berguna bagi pertumbuhan dan pergerakan ekonomi daerah agar in-efisiensi ekonomi nasional yang selama ini membebani negara bisa ditekan.
Ia mengingatkan, selama ini konektivitas transportasi masih mengandalkan angkutan barang atau komoditas melalui perhubungan darat antara lain karena biaya yang tinggi serta infrastruktur yang terbatas dan belum memadai.
“Kita sangat perlu orientasi ke bisnis investasi berbasis maritim,†ucapnya.
Menurut dia, pembangunan dan rehabilitasi sarana pelabuhan dengan menggunakan anggaran APBN/APBD masih berjalan, tetapi sarana penunjang kapalnya masih terbatas.
Natsir mengingatkan bahwa produsen kapal dan perbankan dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan kapal nasional, khususnya untuk kapal berbobot 3.000-5000 DWT untuk mengangkut komoditas pangan, perkebunan tambang, minyak dan gas dan hasil industri.
“Kami berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) lebih fleksibel menerapkan Undang-Undang Pelayaran untuk kepentingan investasi, agar pengusaha mau berinvestasi di bidang ini,†ujar Natsir.
Namun, jika kebijakan Kemenhub masih konvensional, maka investasi pelayanan akan sulit berjalan dan biaya ekonomi nasional tetap tinggi.
Kemenhub mengklaim sudah membantu industri pelayaran nasional. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Menteri Perhubungan (Menhub) EE Mangindaan mengungkapkan, aturan itu diterbikan karena respons Instruksi Presiden tentang pemberdayaan industri pelayaran nasional. Menurut dia, Kemenhub sebagai motor lahirnya UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Dia menjelaskan, lahirnya undang-undang ini akan menggantikan undang-undang lama, dilatarbelakangi semangat dan pemberdayaan industri pelayaran nasional. “Ada substansi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 di mana sudah ada keberpihakan di industri,†katanya.
Mangindaan mengungkapkan, dalam undang-undang tersebut terdapat beberapa poin. Pertama, pelaksanaan azas yang mengatur kegiatan kelautan dalam negeri digunakan oleh kapal nasional dan diawaki oleh warga negara Indonesia.
Kedua, guna memberdayakan angakatan laut nasional dan daya saing nasional, pemerintah menyediakan fasilitas pembiayaan dan perpajakan.
Ketiga, pelayaran difasilitasi kemitraan kontrak jangka panjang. Keempat, memberikan jaminan ketersediaan bahan bakar minyak untuk kapal laut. Kelima, memperkuat industri pelayaran nasional. ***