Saat rapat Komisi VII DPR dengan PT PGN Tbk dan PT Pertamina (Persero), Rabu (11/12), sebagian besar anggota dewan meminta PGN menjalankan open access pada pipa transmisi dan distribusi sesuai dengan PP No.36 Tahun 2004 dan Permen ESDM No.19 Tahun 2009. Permintaan tersebut sempat masuk dalam draf kesimpulan rapat, namun kemudian diputuskan untuk didrop.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto mengatakan, skema penggunaan pipa bersama sudah diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
“Dengan demikian, kalau pemerintah merevisi PP Nomor 36 Tahun 2004 dan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 yang isinya tidak mewajibkan open access, berarti melanggar undang-undang,†ujarnya di DPR, kemarin.
Menurut Dito, dalam Pasal 8 Ayat 3 UU Migas menyebutkan, pengangkutan gas bumi untuk kepentingan umum, maka pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.
Lalu, Pasal 31 Ayat 1 PP 36 Hilir Migas menyebutkan, kewajiban penggunaan pipa bersama dan Ayat 3-nya mengamanatkan BPH Migas mengatur pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sementara Pasal 13 Permen ESDM No.19 Tahun 2009 menyebutkan, untuk efisiensi dan pemanfaatan gas ke domestik, Ditjen Migas Kementerian ESDM dapat mewajibkan perusahaan mengubah pipa dedicated hilir menjadi pipa terbuka.
Dia juga berharap, open access ini tidak ditarik ke jalur politik. Hal tersebut menanggapi komentar Ketua DPR Marzuki Alie yang menyatakan bahwa kebijakan open access akan merugikan negara.
Menurut Dito, justru dengan kebijakan tersebut, konsumen akan diuntungkan karena bisa mendapatkan harga yang lebih murah dan pasokan stabil. ***