Hal ini dikatakan Ketua DPR Marzuki Alie melalui rilis elektronik yang diterima
Rakyat Merdeka Online, Jumat (13/12).
Persoalan open acces kembali menghangat pasca rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR, PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) pada Rabu (11/12) kemarin.
Menurut dia, kesalahan dalam menentukan kebijakan itu bisa berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara luas dan tidak semata kepentingan BUMN belaka.
Untuk itu, dia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN dan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) lebih mengedepankan kepentingan perekonomian secara luas, ketimbang kepentingan sekelompok yang ingin mendapatkan keuntungan dari penerapan kebijakan open access.
"Jangan malah menguntungkan trader gas dan merugikan BUMN," kata Marzuki.
Karena itulah, dia menegaskan sikapnya menolak penerapan open access itu. BUMN adalah aset negara yang sudah dipisahkan dari sistem keuangan. Ketika sebuah BUMN sudah dalam bentuk perseroan terbatas (PT), tugas manajemen adalah meningkatkan shareholder value.
Apalagi ketika BUMN seperti PGN sudah menjadi perusahaan terbuka, maka secara langsung menarik datangnya investasi dari masyarakat dan investor luar negeri.
"Dalam menentukan kebijakan tentang open access mesti dilihat dulu apakah bisa memberikan multiplier effect sehingga ekonomi kita naik atau malah sebaliknya," kata Marzuki.
Yang terjadi saat ini, ada 63 trader gas yang sebagian besar dari trader gas itu hanya bisa mendapatkan alokasi gas, namun tidak melakukan investasi untuk membangun infrastruktur. Mereka memaksakan open access dengan harapan bisa menggunakan fasilitas infrastruktur (pipa) milik PGN.
"Kalau open access dipaksakan tentunya akan merugikan PGN. Selama ini negara mendapatkan pajak dan deviden dari PGN," demikian Marzuki.
[wid]
BERITA TERKAIT: