“Hari Pangan Sedunia yang rencananya diperingati di Padang, Sumatera Barat pada 31 Oktober akan menjadi momentum bagi seluruh institusi pemerintah mendukung program kemandirian pangan di Indonesia,†kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro di Jakarta.
Ketua Pelaksana Hari Pangan Sedunia ini juga mengingatkan pentingnya kemandirian pangan di Indonesia, mengingat akhir-akhir ini masih terjadi kelaparan yang menimpa jutaan orang di dunia, anomali cuaca yang mengakibatkan gagal panen, harga pangan dunia meningkat serta gejolak ekonomi di sejumlah negara.
Menurutnya, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) telah meminta sejumlah negara, termasuk Indonesia, segera mewujudkan kemandirian pangan dengan mengurangi ketergantungan kepada impor. Untuk itu, pihaknya perlu mengoptimalkan sumber daya lokal.
Syukur mencontohkan, untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, masyarakat Indonesia masih bergantung kepada beras atau nasi sehingga untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri terpaksa pemerintah harus impor. Padahal, sumber karbohidrat bisa juga diperoleh dari jagung, ubi dan singkong.
Begitu juga dengan sumber protein yang berasal dari daging, tolok ukur kemandirian bukan hanya daging sapi, tetapi juga sumber lainnya. Seperti kambing, ayam, kelinci, ikan dan telur. Bahkan kalau indikator tersebut yang digunakan, sebenarnya Indonesia sudah mampu.
“Konsumsi daging sapi yang begitu besar justru menguntungkan negara tetangga (Australia) karena 60 persen pasarnya di Indonesia. Kita ingin mengingatkan untuk memulai program diversifikasi, baik itu untuk sumber karbohidrat, protein, sayur dan buah-buahan,†jelasnya.
Terkait kartel daging, Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Apung Widadi menyarankan Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga itu, mempunyai kewenangan untuk menginvestigasi dan penyelidikan.
“Kan bisa dibahas dengan KPPU bagaimana permainan gratifikasi di kartel seperti apa, peta korupsi dalam konteks ekonomi seperti apa. Ini bisa diungkap kalau ada komitmen untuk membongkarnya,†kata Apung. [Harian Rakyat Merdeka]