“Sampai saat ini baru mencapai 47,71 persen, padahal target MilÂlenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 sebesar 68,87 persen,†kata Kepala Badan PenÂdukung Pengembangan SisÂtem PenyeÂdiaan Air Minum KeÂmenteÂrian Pekerjaan Umum (PU) MoÂhamÂmad Rachmat Karnadi, kemarin.
Rachmat beralasan, kurangnya dana menjadi salah satu faktor rendahnya akses terhadap air minum. Dana yang dibutuhkan untuk mencapai target MDGs sebesar Rp 46 triliun. Sedangkan alokasi dana dari APBN hanya Rp 11,8 triliun selama lima tahun.
Masalah lain, lanjut Rachmat, tidak meratanya ketersediaan air baÂku dan jumlah penduduk. KaÂdang di suatu tempat yang jumlah penduduknya banyak, keterÂseÂdiaan air bakunya minim. SebaÂlikÂnya, ada yang jumlah air bakuÂnya melimpah, penduduknya sedikit.
Oleh karena itu, untuk menÂcapai target MDGs, masalah peÂnyediaan air minum bukan hanya wewenang pemerintah, tapi perlu investasi swasta. PertimbaÂnganÂnya, swasta dimungkinkan meÂmaÂkai teknologi baru dalam peÂnyeÂdiaan air minum. Selain itu, keÂterlibatan swasta unÂtuk memÂperÂcepat peningkatan cakuÂpan dan kualitas pelayanan publik.
Rachmat berjanji akan bekerja keras untuk mengejar target MDGs di sisa tahun yang ada. “Harus dikejar karena masih ada waktu,†ucapnya.
Menteri PU Djoko Kirmanto mengungkapkan, Indonesia mÂeÂmiliki kebijakan memenuhi akses air minum aman 100 persen pada tahun 2025. Untuk menjamin keÂberlanjutan pemenuhan akses aman air minum, Indonesia telah meÂmiliki regulasi yaitu UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang mengatur di anÂtaranya penjaminan air baku melalui manaÂjemen sumber daya air terpadu yang berbasis daerah aliran sungai.
Menurut Djoko, terbukanya akÂses air minum dan sanitasi menÂjadi kunci dari derajat keÂseÂhatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Beberapa kejadian luar biasa seperti penyakit diare, tipes, kolera dan penyakit sejenis meÂruÂpakan dampak langsung akibat renÂdahnya akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan layak,†jelasnya.
Ia mengatakan, hingga akhir tahun 2011, akses aman air miÂnum secara nasional telah menÂcapai 55,04 persen, sedangkan akses sanitasi 50,04 persen. Ini berÂarti hampir separuh bangsa Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa masih cukup rentan penyakit karena belum terbuka akses terÂhadap air minum yang aman.
Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya KeÂmenterian PU Danny Sutjiono menyatakan, semua pihak harus memiliki landasan yang sama dalam penyusunan program peÂnyediaan sarana air minum di masa depan, bagaimana menÂcapai target MDGs yang akan berakhir pada 2015. [Harian Rakyat Merdeka]