“Seharusnya pemerintah mau bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap dengan liberalisasi perdagangan yang nantinya bea masuk produk dikenakan 0 sampai maksimal 5 persen,†ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kesepakatan yang tertuang dalam Deklarasi Bali itu akan dibawa oleh para Menteri Perdagangan dalam
Konferensi Tingkat Tinggi World Trade Organization (KTT WTO) Desember 2013 di Bali.
“Kita sudah mendapat imbas perdagangan bebas yang membuat neraca perdagangan Indonesia minus dan melemahkan rupiah. Sementara kita terus asyik mengobral ekspor komoditas dalam bentuk bahan mentah,†sindir politisi Partai Golkar itu.
Pada sisi lain, lanjut Harry, Indonesia belum mempersiapkan diri dengan industri yang memberi nilai tambah komoditas menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah ekonomi untuk memberikan manfaat bagi neraca perdagangan Indonesia.
Belum lagi ekonomi biaya tinggi akibat biaya perizinan, buruh, infrastruktur yang sangat buruk, sangat membebani produk buatan Indonesia membuat harga produk Indonesia sulit bersaing di mancanegara.
Sementara, sejumlah aturan yang telah dikeluarkan justru diabaikan pemerintah. Salah satunya larangan ekspor komoditas dalam bentuk mentah. Saat ini, Pemerintah terus menunda implementasi aturan yang dikeluarkan pada 2009 ini.
“Lebih sedihnya lagi, eksportir komoditas kita setelah menjual produknya ke luar negeri, lebih suka memarkir uang hasil penjualannya itu di luar negeri dan hanya sebagian saja yang masuk kembali ke Indonesia untuk memenuhi biaya operasonal,†tutur Harry.
Selain itu, Pemerintah masih berat menerapkan aturan
Letter of Credit (L/C) untuk komoditas ekspor. Padahal, kebijakan tersebut dapat memperkuat cadangan devisa.
Untuk diketahui, dalam KTT APEC menghasilkan tujuh kesepakatan. Salah satunya menyepakati perdagangan multilateral.
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono meminta perdagangan bebas antar negara Asia-Pasifik tidak diterapkan pada semua komoditas pertanian. Perdagangan bebas sebaiknya diprioritaskan pada komoditas pertanian unggulan, semisal produk karet dan kelapa sawit.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Hariadi Sukamdani menilai, perdagangan bebas masih sulit diterapkan di Indonesia karena dukungan pemerintah terhadap sektor usaha tidak maksimal.
“Indonesia itu secara fundamentalnya tidak siap. Kita khawatir dengan liberalisasi ini. Contohnya yang padat karya, sekarang malah berkurang karena kemarin kenaikan upahnya sedemikian ekstrim,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]