“Ya, banyak faktor X-nya membuat program P3DN tidak berjalan mulus sesuai dengan yang kita harapkan,’’ tegas Fery.
Menurut Fery, sebenarnya tidak ada yang kurang pada produk-produk Indonesia baik mutu, desain dan harga. Dia yakin, produk nasional mampu bersaing di pasar internasional. Soal masih ada satu dua produk yang bermutu buruk, yah itu wajar-wajar saja.
Kendati produk dalam negeri kurang layak, secara nasional, masyarakat wajib hukumnya mencintai produk sendiri.
Fery juga menyayangkan langkah Pemda DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) terkait pengadaan bus transjakarta yang membeli secara utuh dari China.
Untuk diketahui, Pemda DKI tidak tanggung-tanggung membeli 728 unit bus dari China menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 1,7 triliun.
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara tegas mengamanatkan instansi pemerintah wajib memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/APBD.
Terutama untuk produk yang nilai capaian tingkat kandungan dalam negerinya mencapai minimum 25 persen atau 40 persen termasuk Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
Untuk menindaklanjuti Inpres tersebut, Menteri Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 49/M-IND/PER/05/2009 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) memang belum maksimal. Padahal, program ini memiliki tujuan besar yakni meningkatkan perekonomian bangsa.
“TKDN bertujuan agar terjadi pemerataan ekonomi antara asing dan domestik serta antar pelaku usaha di dalam negeri,†kata pengamat ekonomi Drajad Wibowo, kemarin.
Menurut Drajad, jika pemerataan itu terjadi akan memberikan dampak dari aktivitas usaha di sektor migas, mineral dan sektor lainnya. Keuntungannya akan semakin besar terhadap sektor usaha domestik.
Namun, dia mengingatkan pelaksanaan TKDN harus sinkron antara jenis produk yang masuk dengan kemampuan suplainya, baik dari sisi jumlah, kualitas, maupun harga.
Terkait kesiapan BUMN dalam pelaksanaan program TKDN, Drajad melihat, perusahaan-perusahaan pelat merah banyak yang sudah siap, meskipun program itu tidak semua bisa dilakukan pada semua lini produk.
Di industri hulu migas, penggunaan TKDN diakui belum maksimal. Padahal, program yang dicanangkan pada 2010 ini sangat baik untuk meningkatkan perekonomian bangsa.
Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana mendukung 100 persen berdayanya perusahaan-perusahaan dalam negeri dalam pengelolaan migas Indonesia.
“Kita dukung, bahkan dalam rapat jika TKDN ini tidak diseriusi, mereka bisa dihajar oleh para anggota dewan,†tegas politisi Demokrat ini. [Harian Rakyat Merdeka]