Untuk menstabilkan harga kedelai, presiden melalui account twitternya @SBYudhoyono memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera menstabilikan harga dan mencukupi kebutuhan kedelai masyarakat.
SBY juga telah meminta semua pihak untuk melakukan pengawasan dan kerja samanya dalam mengatasi masalah kedelai ini.
“Jika ada importir yang terbukti merugikan masyarakat harus ditindak secara hukum. Untuk itu, sidak tahu dan tempe di pasar harus dihentikan karena hal tersebut sangat merugikan,†pinta SBY seperti yang dilansir di situs Setkab, kemarin.
Bahkan, SBY mengatakan, kalau dia dan Ibu negara menerima banyak SMS soal kelangkaan tahu dan tempe di pasar dalam negeri. Menurutnya, produksi kedelai dalam negeri per tahun adalah 800.000 ton, sedangkan kebutuhan mencapai 2,5 juta ton.
“Untuk menutupi defisit pasokan kedelai di dalam negeri, kita masih mengimpor 1,5-1,8 juta ton per tahun. Selama ini, kebutuhan kedelai dalam negeri masih impor dari Amerika Serikat,†ujarnya.
Untuk itu, dia berharap, para importir dan pedagang kedelai tidak melakukan hal-hal yang membuat harga kedelai naik secara tidak wajar.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengindikasikan adanya praktik kartel yang mengakibatkan melonjaknya harga kedelai impor. Hingga kemarin, KPPU masih menyelidiki dugaan kartel kedelai tersebut.
 Komisioner KPPU Sukarmi mengaku sudah mengantongi nama-nama importir nakal yang diduga mempermainkan harga kedelai di dalam negeri. Ia juga menilai, seharusnya Kementerian Pertanian lebih fokus pada produksi kedelai dalam negeri agar tak bergantung pada impor.
Menurut catatan KPPU, jika terbukti ada kartel, jajaran Kementan dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) bisa diseret ke meja hijau sebagai pihak yang mengizinkan adanya realisasi impor.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mensinyalir, tingginya harga kedelai juga disebabkan kartel dalam kuota impor kedelai.
Praktik kartel tersebut melibatkan tiga perusahaan yang menguasai kuota impor kedelai sebesar 66,33 persen. “Hasil investigasi kami menemukan ada tiga perusahaan yang menguasai impor kedelai. Satu perusahaan bahkan hampir monopoli,†ujarnya.
Enny menyebutkan, dari 14 perusahaan importir yang terdapat dalam Surat Persetujuan Impor (SPI) kedelai dari Pemerintah pada 28-29 Agustus, ada tiga perusahaan importir yang memegang kuota impor terbesar.
Perusahaan tersebut masing-masing antara lain PT FKS Multi Agro yang menguasai kuota terbesar dengan 46,71 persen (210.600 ton), PT Gerbang Cahaya Utama sebesar 10,31 persen (46.500 ton), dan PT Budi Semesta Satria sebesar 9,31 persen (42.000 ton). “Sementara perusahaan-perusahaan lain hanya mendapat kuota di bawah 5 persen,†imbuhnya.
Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, pihaknya juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 700 miliar untuk mengimpor 100.000 ton kedelai.
Menurut Sutarto, impor kedelai tersebut berdasarkan surat Menteri Perdagangan RI Nomor 04 PI-57.13.0037 tertanggal 29 Agustus 2013.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku bahwa pemberian izin kuota untuk tiga importir tersebut berdasarkan rekomendasi Kementerian Pertanian. Karena itu, dia mengelak dituduh sengaja membikin praktik kartel dalam bisnis kedelai di dalam negeri. [Harian Rakyat Merdeka]