Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengakui, kerugian yang harus ditanggung negara dari aktivitas penambangan batu bara ilegal diperkirakan mencapai Rp 7 triliun tahun ini.
Menurutnya, kerugian ini dialami pemerintah karena banyaknya penambahan kontrak izin pertambangan ilegal. Disebut ilegal lantaran kontrak tersebut ternyata palsu.
Selain itu, kerugian negara juga muncul dari maraknya pelabuhan-pelabuhan ilegal yang mengakomodir oknum penambang batubara melakukan aktivitas ekspor tanpa melengkapi perizinan.
“Ada yang disebut pelabuhan tikus, banyak di Indonesia untuk mengekspor,†tegasnya.
Sementara, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pengusaha sebaiknya tidak memprotes rencana pemerintah menaikkan royalti tambang batubara. Sebab, kebijakan itu diambil untuk meningkatkan kualitas pemeliharaan lingkungan.
“Royalti itu ada hal-hal yang digunakan untuk reklamasi. Untuk hal-hal seperti itu, jadi kita jangan melihatnya memberatkan pengusaha, tapi lebih memberikan kebaikan pada masyarakat,†ujar Hatta.
Untuk diketahui, pemerintah berencana menaikkan royalti batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi 10-13,5 persen dari harga jual mulai Januari 2014.
Namun, Hatta tidak menutup kemungkinan nilai royalti bisa lebih kecil dari itu, tergantung hasil kajian dari Kementerian ESDM.
“Royalti sejauh ini yang sedang dibahas ESDM, dan itu harus dikaji terus, bisa saja 13,5 persen untuk IUP enggak sampai segitu,†cetusnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah untuk membatalkan rencana menaikkan tarif royalti batu- bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pengurus APBI Pandu Sjahrir mengatakan, meski pemerintah ngotot menerapkan kebijakan tersebut, hal itu tidak serta merta dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan.
Sebaliknya, kebijakan ini dinilai hanya akan menambah banyak penambang batu bara ilegal yang justru merugikan pendapatan negara. “Ekspor ilegal sekarang masih cukup besar, ilegal bisa 56 juta ton per tahun,†tandas Pandu. [Harian Rakyat Merdeka]