Ketua DPR Marzuki Alie mengingatkan Pertamina agar segera mengurangi impor minyak dari Singapura. Untuk itu, dia mendorong agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) memberikan syarat khusus ke BUMN ini, sebelum mendapatkan jatah lelang minyak hasil produksi dalam negeri.
Selama ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang mendapat jatah lelang minyak sebagai kompensasi pembayaran cost recovery (dana talangan pemerintah atas eksplorasi migas). Namun, akibat muncul berbagai kasus korupsi di SKK Migas, pemerintah pun berencana mengalihkan jatah tersebut ke Pertamina.
“Kebutuhan pasokan minyak di dalam negeri sekitar 700 ribu barel per hari (bph). Sementara produksi minyak dalam negeri atau lifting sekitar 850 ribu barel per hari. Dipotong untuk cost recovery sekitar 250 ribu bph. Jadi negara mendapat 450 ribu bph,’’ tutur Marzuki dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Selasa (10/9).
Dengan angka tersebut, kata dia, sebenarnya Pertamina tidak perlu melakukan pengolahan minyak di luar negeri (Singapura). Sebab, kapasitas kilang minyak di dalam negeri mencapai 1 juta bph.
“Dari segi ongkos kita sudah melakukan penghematan. Karena itu, bila jatah lelang minyak diserahkan ke Pertamina, maka mereka harus memberikannya untuk dalam negeri dulu sebelum diekspor. Jadi ketergantungan dengan impor minyak bisa berkurang,†ujarnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan juga mendesak Pertamina agar dapat menyerap minyak yang selama ini dilelang oleh SKK Migas. Penyerapan ini ditujukan Pertamina agar memprosesnya menjadi BBM dalam negeri.
Dahlan mengungkapkan, dengan melakukan penyerapan ini, maka Pertamina mampu mengurangi impor minyak mentah. Sementara minyak mentah yang di produksi dari dalam negeri, nantinya akan di ekspor.
“Minyak yang dilelang di SKK Migas itu kenapa tidak diambil saja oleh Pertamina untuk diproses menjadi BBM di dalam negeri,†jelas Dahlan.
Menurut dia, penyerapan minyak yang dilelang oleh SKK Migas bisa saja didapatkan oleh Pertamina. Namun, permasalahannya perusahaan pelat merah itu tidak mengetahui harga saat lelang itu. Selain itu, saat ini kebanyakan yang menjadi pemenang tender lelang minyak berasal dari luar negeri.
“Semua produksi minyak bisa diserap, supaya minyak mentah tidak wara-wiri. Cuma problemnya, kalau dilelang Pertamina belum tentu menang karena harganya. Dilelang, pemenangnya biasanya dari luar negeri, minyak itu kan diekspor,†jelasnya.
Menurut Dahlan, jika seluruh minyak dapat dikelola oleh Pertamina, maka Pertamina mampu menggunakan sistem Right To Match. Dengan demikian, bisa saja harga yang ditetapkan sejak awal mengikuti pasar internasional.
“Bisa tender, terserah mana yang baik, saya tidak mempermasalahkan prosesnya. Saya hanya akal sehatnya, mengapa impor,†cetusnya.
Dirut Pertamina Karen Agustiawan mengaku siap mengambil alih tender minyak mentah dan kondensat bagian negara yang dikelola SKK Migas. “Kita akan lakukan, tapi ingat kita sudah ada sistem. Kalau misalnya itu dilaksanakan oleh Pertamina, tidak boleh mengubah sistem yang sudah ada,†kilah Karen.
Menurut dia, rencana pengambialihan tender minyak dan kondensat harus dilakukan secara detail. Selain itu, pelimpahan tersebut tentu akan dievaluasi kembali dengan sistem tender yang sudah berjalan di Pertamina.
“Saat ini Pertamina telah memiliki mekanisme sendiri. Saya ingin kalau memang mau ditaruh di Pertamina harus transparan, “ tutur Karen.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, pelimpahan tender minyak dan kondensat dari SKK Migas ke Pertamina merupakan masalah yang cukup sensitif, sehingga Pertamina secara khusus akan membahas masalah ini.
“Tender ini kan masalah yang sensitif menjadi sorotan saat ini. Pertamina punya sistem tersendiri. Ibu (Karen Agustiawan) ingin membahas secara prudent (hati-hati) dan transparan,†kata Ali. [Harian Rakyat Merdeka]