Padahal, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78/PMK.011/2013 tentang Penetapan Golongan Dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Yang Memiliki Hubungan Keterkaitan sudah disahkan pada 11 April 2013.
Hingga kini, aturan itu belum diterapkan karena banyaknya tekanan. Padahal, pemerintah lewat APBNP 2013 sudah memasukkan proyeksi penerimaan tambahan cukai tersebut ke dalam target pendapatan negara.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku, tak bisa mengutip cukai perusahaan terafiliasi tersebut dengan tarif baru, lantaran akan ada revisi dari isi PMK.
“Akan ada revisi untuk PMK itu dan tahun ini ditargetkan selesai. Jadi sampai sekarang kami belum bisa menerapkan tarif baru di PMK 78 tahun 2013,†kata Bambang di Jakarta, kemarin.
Bambang mengakui, ada potensi penerimaan negara yang hilang dengan langkah ini. Meski begitu, dia belum bisa membeberkan berapa total penerimaan yang hilang.
“Nanti baru di 2014 kami bisa mengimplementasikan PMK hasil revisi tersebut,†serunya.
Direktur Pengawasan dan Penindakan Bea Cukai Rahmat Subagio menjelaskan, sebenarnya sebelum PMK ini terbit, pihaknya sudah tegas menerapkan PMK Nomor 191/PMK.04/2010 mengenai Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok mulai tanggal 23 Noveber 2012.
Menurutnya, sejauh ini produsen rokok kerap mengakali pengenaan besaran cukai dengan memecah perusahaannya menjadi perusahaan-perusahaan kecil.
Untuk mempermudah pengawasan, kata dia, pemerintah juga sudah mengeluarkan PMK-200/PMK.04/2008 tentang batas minimal luas pabrik rokok. Ia mengatakan, peraturan ini dibuat demi efektivitas pengawasan mengingat pelanggaran cukai rokok sering terjadi pada industri kecil.
Tahun ini, pendapatan cukai ditargetkan bisa mencapai Rp 104,7 triliun atau lebih tinggi 10,2 persen dari realisasi tahun 2012 lalu yang sebesar Rp 90,6 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, selama ini penerimaan negara kurang optimal terutama dari sisi perpajakan dan cukai. Banyaknya kebocoran yang menciptakan berkurangnya penerimaan negara.
“Kalau PMK itu efektif bakal ada penambahan penerimaan sebesar Rp 5 triliun. Hal itu bakal terjadi sebaliknya,†tutur Enny. [Harian Rakyat Merdeka]