Permintaan ini disampaikan karena ada kekhawatiran program redenominasi rentan dijadikan bahan bancakan kekuatan-kekuatan politik menjelang Pemilu 2014.
"Redenominasi ini sepintas sederhana. Tetapi di banyak negara ia mengalami kegagalan. Saya khawatir kalau dipaksakan sebelum pemerintahan baru terbentuk, program ini mengalami kegagalan karena faktor politik dan politik uang," ujar Direktur Negarawan Center Johan O. Silalahi kepada
Rakyat Merdeka Online dalam perbincangan beberapa saat lalu (Kamis, 24/1).
Menurut Johan, SBY juga perlu mendukung pemberlakuan program redenominasi ini hingga pemerintah baru terbentuk. Dengan demikian, dia dapat meyakinkan publik bahwa dirinya dan kekuatan politiknya tidak punya kepentingan lain di balik program ini.
Terhitung sejak kemarin (Rabu, 23/1), Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia mulai mensosialisasikan program redenominasi. Salah satu bagian penting dari sosialisasi itu adalah memberikan penjelasan kepada publik bahwa redominasi tidak sama dengan pemangkasan nilai mata uang atau sanering yang pernah dilakukan di era 1960an silam.
Pemerintah telah mengajukan draft RUU tentag Redenominasi ke DPR dan pembahasannya akan dilakukan pada Program Legislasi Nasional tahun ini.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo ketika berbicara pada acara “Kick Off Konsultasi Publik Perubahan Harga Rupiah Redenominasiâ€Â kemarin mengakui bahwa di beberapa negara, seperti Rusia, Brazil, Argentina dan Zimbabwe, program ini mengalami kegagalan.
"Redenominasi adalah penyederhanaan nominal rupiah disertai dengan penyederhanaan nominal yang sama atas harga barang dan jasa, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Ini berbeda dengan sanering dimana pemotongan nominal rupiah tidak disertai penyesuaian harga barang, sehingga daya beli masyarakat turun," ujar Agus.
[guh]