Pemerintah diminta tidak gampang menyalahkan rakyat atas jebolnya alokasi Bahan Bakar Minyak (BBM) subÂsidi. DPR meminta tudingan dugaan kolusi antara Hiswana Migas dan Pertamina dibuktikan.
DPR menilai, tudingan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bahwa ada kecurangan yang dilakukan PerÂtaÂmina dan Himpunan WiraÂswasÂta Nasional Migas (HiswaÂna) bisa menjadi skandal besar bila benar terbukti.
“Kalau ini benar, wah ini skanÂdal besar. Dengan catatan benar,†ujar Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi usai Diskusi PuÂblik di Universitas Trisakti, JaÂkarta, Selasa (18/12/2012).
Bobby mengaku telah menÂdeÂngar tuduhan yang disampaikan BPH Migas tersebut melalui meÂdiamassa. Namun, BPH MiÂgas belum memberikan data-data terÂkait kasus itu keÂpada DPR.
“Kita juga mendengar dari meÂdia, tapi sampai saat ini kita beÂlum mendapatkan itu datanya,†sambungnya.
Pihaknya berjanji akan segera menyelidiki perkara tersebut. “Sesuai fungsi pengawasan dari DPR, kita kan harus melakukan monitoring,†tukas Bobby.
Sebagai informasi, meski PerÂtamina dan Hiswana Migas memÂbantah, BPH Migas menilai ada pelanggaran dalam praktik penÂjualan BBM subsidi dengan harga Rp 4.300 (seharusnya Rp 4.500) di depot Pertamina keÂpada HisÂwana.
Meski memang ada fee senilai Rp 200 untuk Hiswana sebagai imbalan menyalurkan BBM subÂsidi, menurut BPH Migas, seÂhaÂrusÂnya fee itu tidak dipoÂtong dari transaksi di depot. Pasalnya, bisa saja Hiswana meÂnyeÂlewengÂkan BBM subsidi yang dibelinya di depot sebelum sampai ke SPBU.
“Sekarang begini, beli di depot Rp 4.300, 10 kiloliter, 10 kiloliter ini bisa nggak tepat samÂpai ke SPBU 10 kiloliter? Karena ini bisa lari kemana-mana. Ini yang menyeÂbabkan poÂtensi peÂnyalahÂgunaan,†jelas DiÂrektur BPH Migas Djoko SisÂwanto.
Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN) 2012 jebol kaÂrena membengkaknya biaya subÂsidi BBM yang mencapai Rp 216,8 triliun. Dalam APBN, unÂtuk BBM subsidi sudah diÂtetapkan seÂbesar 40 juta kiloÂliter (kl). Namun, pada Oktober 2012 pemerintah meÂnamÂÂbah kuota BBM menjadi 44 juta kl. Hal itu menimbulkan penÂdapat bahÂwa subsidi BBM sangat memÂbebani APBN sehingga harus seÂgera diÂpangkas.
Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani menegaskan, peÂmangÂÂkaÂsan subsidi BBM oleh pemerinÂtah sangat tidak tepat. ApaÂlagi, alasannya akibat borosnya pengÂgunaan BBM subsidi.
Polisiti Partai PDI-P ini tidak seÂtuju dengan tudingan pemeÂrintah yang menganggap rakyat boros.
“Karena selama ini jebolÂnya BBM itu bukan karena rakyat yang makin boros menggunaÂkan BBM. Tak ada kaitannya dengan tudingan pemborosan BBM oleh rakyat yang mengÂakiÂbatkan APBN defisit. Tetapi kaÂrena peÂmerintah tidak cerdas dan tak serius untuk melakukan konÂtrol supaya APBN tidak jeÂbol,†kataÂnya dalam diskusi berÂsama PerÂhimpunan ProÂfeÂsioÂnal Indonesia.
Seharusnya, kata Dewi, pemeÂrintah menambah subsidi untuk masyarakat secara luas. Seperti subsidi moda transportasi ditamÂbah, subsidi infrastruktur untuk pembangunan pedesaan dan subsidi kesehatan.
“Ya pemerintah harus bisa meÂlayanai keperluan dan kebutuhan dari rakyatnya. Kalau tidak mamÂpu, ngapain jadi pemeÂrintah,†kritiknya.
Menurut Dewu, rencana pemeÂrinÂtah dan berbagai kalangan yang akan memangkas angka subsidi dan akan menaikkan harÂga BBM, dianggap sebagai pengÂkhianatan kepada rakyat.
“Ini kan tidak fair, pemerintah harusnya lakukan dulu berbagai perÂbaikan, teroÂboÂsan, pengÂheÂmaÂtan sebelum mengÂambil sikap terÂakhir berupa pemangkasan subÂsidi. Ini akan meÂrugikan rakÂyat sendiri,†jelasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: