Menkeu Heran Rupiah Keok, Ekspor Memble

Posisi Neraca Perdagangan Terburuk Dalam Sejarah

Rabu, 05 Desember 2012, 08:41 WIB
Menkeu Heran Rupiah Keok, Ekspor Memble
Agus Martowardojo
rmol news logo .Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo heran dengan nilai rupiah yang tidak mampu mendongkrak ekspor.

Nilai tukar rupiah yang mele­mah terhadap dolar Amerika Se­rikat (AS) dalam beberapa bu­lan belakangan, nampaknya ti­dak mam­pu mengangkat ekspor In­donesia. Hal tersebut terlihat dari defisit Neraca Perdagangan Indo­nesia (NPI) yang cukup tinggi.

Agus Marto mengungkapkan, NPI harus dijaga sehingga defisit transaksi berjalan dapat berada di kisaran 2,2-2,5 persen. Dia menilai, de­ngan NPI tetap di kisaran ter­se­but, maka neraca perdagangan akan stabil.

“Tentu itu harus diupayakan dengan melihat neraca perda­ga­ng­an, juga melihat jasa dan lain lain, Desember Natal impor, No­vember kemungkinan naik,” tam­bah Agus di Kantor Ditjen Pajak, Ja­karta, kemarin.

Menurut Agus, dari sektor per­dagangan, pi­hak­nya memang tidak dapat ber­buat banyak. “Tapi kalau dari sisi inflasi dan kalau kita lihat cur­rency impor seharus­nya tidak da­­lam jumlah besar, karena cur­rency-nya melemah, yang saya lihat se­cara umum akan kita ken­dalikan neraca akhir tahun,” beber Menkeu.

Sebelumnya, Badan Pusat Sta­tistik (BPS) mencatat, NPI pada periode Oktober 2012 mengalami defisit 1,55 miliar dolar AS. Se­dang­­kan NPI sebelumnya, Sep­tember 2012, mengalami sur­plus 552,9 juta dolar AS dan Agustus surplus 248,5 juta dolar AS.

“Neraca perdagangan Okto­ber defisit 1,55 miliar dolar AS, de­ngan impor 17,21 miliar dolar AS dan ekspor 15,67 miliar dolar AS,” beber Direktur Statistik Har­ga BPS Sasmito Hadi Wibowo.

Secara kumulatif neraca per­dagangan pada periode Januari-September 2012 mencapai defisit 516,1 juta dolar AS. Dengan im­por 159,18 miliar dolar AS dan ekspor 158,66 miliar dolar AS.

“Ha­rus diakui, ini defisit ter­besar se­panjang sejarah perdaga­ngan Indonesia,” ujar Sasmito.

Data BPS menunjukkan, nilai ekspor sepanjang Oktober 2012 sebesar 15,67 miliar dolar AS. Angka ini turun 7,61 persen di­banding periode Oktober 2011 sebesar 16,96 miliar dolar AS.

“Salah satu penyebabnya yak­ni karena ada penurunan harga CPO (crude palm oil),” ka­tanya.

Dengan realisasi tersebut, ma­ka akumulasi kinerja ekspor se­panjang Januari-Oktober 2012 mencapai 158,66 miliar dolar AS, turun 6,22 persen dibanding pe­riode sama tahun lalu yang se­besar 169,18 miliar dolar AS.

Sementara itu, arus impor me­ngalir makin deras ke Indonesia se­panjang Oktober 2012. Data BPS mencatat, realisasi impor naik signifikan sebesar 10,82 per­sen mencapai  17,21 miliar dolar AS. “Kenaikan ini karena impor unu­sual (tidak biasa), seperti pe­sawat terbang dan BBM yang cukup besar,” ujarnya.

Sementara, menurut Sasmito, nilai mata uang ru­piah tertekan kondisi neraca per­dagangan, se­hingga perlu dep­re­siasi agar da­pat mem­perkuat ekspor.

“Bila diban­dingkan dengan ma­­ta uang di Asia, depresiasi ru­piah adalah yang terbesar saat ini,” kata Head of Research KSK Financial Group David Cornelis.

Dalam jangka pendek-mene­ngah, rupiah masih flat sejak akhir kuar­tal III lalu, di zona sem­pit Rp 9.581-Rp 9.664, dan saat ini ber­ada pada rata-rata kuartal­an di Rp 9.613 per dolar AS. Sementara me­nurut yahoofi­nan­ce, rupiah ada di Rp 9.615 per do­lar AS. Di ma­­na kisaran per­dagangan ada di level Rp 9.602-9.627 per dolar AS.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Ke­men­­terian Perdagangan Bahc­rul Chairi menyatakan, perlam­batan eks­por terjadi akibat tu­runnya har­ga komoditas mentah. Se­men­tara In­donesia masih ter­gan­tung de­ngan komoditas ter­sebut. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA