Anggaran K/L Bakal Disunat 50 Persen

Biaya Produksi BBM Kurang Transparan

Minggu, 11 Maret 2012, 08:06 WIB
Anggaran K/L Bakal Disunat 50 Persen
Dewi Aryani
RMOL.Selain dengan opsi menaik­kan harga BBM subsidi menjadi Rp 6.000 per liter, pemerintah berniat menekan defisit angga­ran. Cara­nya, melalui pemang­kasan ang­ga­r­an Kementerian/Lembaga (K/L) hingga 50 per­sen. Jika anggar­an K/L di APBN 2012 sekitar Rp 22  triliun, maka nanti akan di­pang­­kas jadi Rp 9-10 triliun.

Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani menilai, masalah men­da­sar yang terjadi saat ini adalah ti­dak transparannya cost produc­tion BBM yang akhir-akhir ini menjadi sorotan seluruh masya­rakat In­donesia. Hal ini di­anggap sebagai pe­micu mem­beng­kaknya biaya produksi.

Na­mun, bengkak­nya biaya pro­duksi seharusnya bisa dije­laskan secara menyelu­ruh. Ter­utama ba­gaimana cara meng­hitung kom­po­nen harga dasar bahan baku­nya. Se­bab, harus dapat dibeda­kan ba­han baku yang diperoleh dari im­por dan bahan baku dari dalam negeri.

“Pemerintah seharusnya men­je­laskan kepada rakyat secara gam­­blang. Rakyat jangan hanya mendapat info soal beratnya ne­gara mengelola keuangan me­lainkan harus dijelaskan juga ba­gaimana negara mengatur pene­rimaan dari sumber lain,” jelas Dewi kepada Rakyat Mer­deka di Jakarta, Kamis (8/3).

Menurut dia, buku besar lapo­ran keuangan Pertamina melalui Menteri Keuangan harus diaudit ulang dan dianalisa secara me­nyeluruh. Hal itu akan mengha­sil­kan keterbukaan dan bisa men­jadi dasar perbaikan.

Pernyataan pemerintah melalui Wakil Men­teri Keuangan yang ditayangkan di televisi menye­butkan bahwa negara defisit se­kitar 3 persen. Alasan ini tidak masuk akal untuk menaikkan harga BBM subsidi.

“Dalam standar internasional, defisit 3 persen masih di­anggap batas normal dan tidak membuat negara bangkrut. Jadi kenaikan harga BBM tidak perlu,” tegas politisi PDIP itu.

Dia juga ragu terhadap per­nya­taan pemerintah yang opti­mistis mampu mengimbangi per­tum­buhan ekonomi melalui in­ves­tasi. Dikatakan, perekono­mian dan investasi yang sedang mem­baik hanya berupa porto­folio di atas kertas. Nyatanya, eko­­nomi kerak­yatan sedang lesu dan harga-harga melambung. Selain itu, ko­moditas ekspor juga anjlok.

Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto me­ngaku belum me­mutuskan apa­kah akan me­nerima usulan ke­naik­an harga BBM sub­sidi. Dia ingin me­ngetahui pema­paran le­bih detail terkait penga­ruh ke­naikan harga BBM terha­dap mas­yarakat. Pihaknya juga akan me­nanyakan dampak ter­hadap faktor ke­miskinan.

“Kita akan bertemu dengan pe­merintah pada hari Senin (12/3) dan akan kita tanyakan dulu. Mungkin Rabu (14/3), baru frak­si akan mengambil sikap,” ujar Dito kepada Rakyat Merdeka, Kamis (8/3). Dia memprediksi akan ter­jadi revisi pertumbuhan eko­nomi pada APBN-P.

Sementara Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah melakukan kebijakan pemotongan anggaran belanja untuk semua K/L yang saat ini berjumlah 117 K/L.

Tujuannya, un­tuk mengkom­pensasi peleba­ran defisit anggar­an dari 1,5 per­sen dari PDB men­jadi 2,23 persen dari Pro­duk Do­mestik Bruto (PDB). [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA