Pengusaha Keluhkan Aksi Preman Berseragam Di Daerah

Selalu Persulit Izin Usaha & Investasi

Senin, 21 November 2011, 08:49 WIB
Pengusaha Keluhkan Aksi Preman Berseragam Di Daerah
ilustrasi, razia preman

RMOL. Pemerintah dianggap sering­kali mempersulit prosedur ke­pada pengusaha yang mau me­ngem­bangkan bisnisnya di wila­yah-wilayah tertinggal.

“Bukannya para pengusaha ti­dak mau mengembangkan usaha di wilayah tertinggal, tapi pro­sedur pemerintah itu justru mem­per­su­litnya,” ungkap Ketua Komite In­vestasi Wilayah Tengah Kamar Da­gang dan Industri (Kadin) Mu­hammad Solihin.

Menurut Solihin, dari total 530 kabupaten/kota di Indonesia, ada 183 kabupaten/kota yang masuk ka­tegori wilayah tertinggal. Ke­adaan itu sangat miris, mengingat In­donesia yang merupakan ne­gara kaya tapi masih banyak wi­layahnya yang miskin.

Untuk itu, dia meminta pe­me­rintah memelihara dan me­la­pang­kan ruang gerak para pengusaha di dalam negeri guna mengem­bang­kan usahanya.

Sayangnya, pemerintah yang seolah mendukung sepenuhnya para pengusaha mengembangkan usa­hanya, terkesan bertolak bela­kang dengan kenyataan di lapa­ngan. Soalnya masih banyak ok­num pemerintahan yang minta biaya ini itu, “Mereka seperti pre­man berseragam,” ucap Solihin.

Padahal, pemerintah harus men­­ciptakan suasana kondusif ba­gi pengu­saha agar dapat men­cip­takan banyak lapangan p­e­ker­jaan sekaligus membantu pe­me­rintah mengurangi jumlah orang miskin.

Bagi seorang pengusaha, wila­yah tertinggal, punya segudang potensi yang dapat digali. Solihin ber­pen­dapat, mengembangkan wilayah mis­kin seperti itu tidak perlu mem­buat badan atau kelompok khusus. Cukup dimudahkan pe­luang usaha di sana.

“Kami (pengusaha) berpikir secara holistik dan out of the box, bukannya parsial seperti yang banyak dipakai jajaran peme­rinta­han,” singgung Solihin.

Sebab itu, pemerintah harus ber­sama-sama dengan pengusa­ha men­jalani program pem­ba­ngunan wila­yah tertinggal.

Solihin berharap pemerintah memberikan dukungan tapi tidak memonopoli dengan mem­beri­kan kemudahan proses buat para pengusaha. “Jika pemerintah mempersulit, pengusaha ogah mengem­bang­kan wilayah yang miskin dan ter­tinggal,” cetusnya.

Anggota Komisi V DPR Abdul Ha­kim meminta kelakuan biro­krat-birokrat nakal yang suka meng­ambil upeti dari pem­ba­ngu­nan diberikan sanksi tegas.

“Pungutan siluman itu me­mang sering terjadi. Kita tidak bisa tutup mata, makanya aparat hu­kum harus sigap jika mengen­dus itu di pemerintahan,” ung­kap­nya. [Harian Rayat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA