Kondisi ingkar janji (wanpresÂtasi) yang kerap dilakukan PT Trans Pacific Petrochemical IndoÂÂnesia (TPPI) terkait restrukÂturisasi utang kepada pemerintah tidak bisa dibiarkan. Pemerintah harus mengambil langkah konÂkret untuk menjaga kewibawaan.
Ketua Komite Penyelamat KeÂkayaan Negara Marwan Batubara mengatakan, perlu ada ketegasan pemerintah jika tidak ingin diÂpermainkan perusahaan kimia ini. Perjanjian kerja sama antara pemerintah dan TPPI bisa diputus jika perusahaan tersebut meÂlanggar komitmen penyelesaian restrukturisasi utang. PemerinÂtah diminta tidak lagi memberiÂkan toleransi kepada TPPI mengÂÂingat jatuh tempo utang suÂdah mundur dua minggu dari seharusnya. Ini bukan pertama kali TPPI mangkir.
“TPPI telah dinyatakan default (gagal bayar). Kalau TPPI tidak bisa memÂbayar utangnya maka pemeÂrintah bisa mengambil alih asetÂnya sesuai ketentuan. Sahamnya bisa diambil,†jelas Marwan keÂpada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Total utang TPPI saat ini menÂcapai dua miliar dolar atau sekitar Rp 17 triliun. Dengan rincian, utang ke Pertamina mencapai 375 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,37 triliun. Sedangkan utang ke BP Migas mencapai 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun. Sedangkan sisanya, utang ke pemerintah dalam bentuk surat berharga.
Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana sangat berharap TPPI bisa segera merestrukturisasi utangÂÂnya. Pihaknya mengaku pasrah dengan batalnya restruk-turiÂsasi yang seharusnya dilaku-kan pada akhir Juli lalu. Meski-pun deÂmikian, dia optimistis TPPI akan menuntaskan kewaji-bannya pada pertengahan Agus-tus.
“AlaÂsan mereka (TPPI) minta waktu lagi selama dua minggu karena ada deal-deal yang belum selesai antara mereka dengan Deutsche Bank. Tapi kita tetap berharap pinjaman yang mereka peroleh dari Deutsche Bank itu segera dibayarkan separuhnya kepada kita,†jelas Gde kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dikatakan Gde, TPPI mendaÂpatkan pinjaman dari Deutsche sebesar 200 juta dolar AS atau seÂkitar Rp 1,7 triliun. Dari pinjaman tersebut, TPPI berjanji membayar sebagian utangnya kepada Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) sekitar 100 juta dolar AS pada 15 Agustus. Sisa utang sebesar 80 juta dolar AS akan dicicil selama satu tahun terÂmaÂsuk bunganya.
Berbeda dengan BP Migas, Pertamina langsung mendesak agar TPPI tetap melunasi utangÂnya senilai 300 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,25 triliun. Kepala bagian komunikasi Pertamina M Harun menyatakan, tidak ada toleransi bagi TPPI, bila masih akan mengulur waktu buat pemÂbayaran utang.
Menurut Marwan, pemerintah dalam hal ini, Kementerian KeÂuangam, Menko Perekonomian maupun Kementerian BUMN seharusnya bersikap tegas dengan ulah TPPI tersebut. Hal ini penÂting untuk menghindari potensi keÂrugian negara, apalagi total utang TPPI baik ke Pertamina, BP Migas, pemerintah dan PerusaÂhaan Penjual Aset (PPA) menÂcapai Rp 17 triliun.
Tidak hanya perusahaan dalam negeri yang kecewa dengan peÂnyelesaian utang. Perusahaan minyak raksasa Jepang, Japan Gasoline Company (JGC) dalam suratnya ke Menteri Keuangan Agus Martowardojo menilai, proses restrukturisasi utang TPPI menyimpang dari kesepakatan antara JGC dan Pemerintah Indonesia.
“Saya mengapresiasi adanya restrukturisasi untuk memperÂbaiki kondisi TPPI, namun deÂngan sangat menyesal, isi term sheet telah menyimpang dari keÂsepakatan JGC dengan PemeÂrinÂtah Indonesia,†jelas Chairman Emeritus JCG Group of Japan Yoshihiro Shigehisa.
Pada 9 Mei 2011, term sheet (lembar persyaratan) restrukÂturisasi utang TPPI bersama inÂduk perusahaan, PT Tuban PetroÂchemical Industries dan anak peÂrusahaan lainnya telah ditanÂdaÂtangani. Namun, ternyata propoÂsal restrukturisasi itu tidak meliÂbatkan JGC Corporation. Tapi hanya kreditor TPPI dari IndoÂnesia. Term sheet itu mencakup restrukturisasi utang TPPI ke pemerintah, Pertamina dan BP Migas dengan total Rp 9,5 triliun.
Presiden Direktur PT Tuban Petrochemical Industries, induk usaha TPPI Amir Sambodo me-ngakui, saat ini hanya akan mem-bayar seluruh utang ke Perta-mina, BP Migas dan pemerinÂtah. TPPI beralasan, keterlamÂbatan restrukturisasi karena perÂsoalan administrasi. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: