Berita

Ilustrasi/Ist

Publika

Neoliberalisme dan Keluarga Berencana

Oleh: Muchamad Andi Sofiyan*
RABU, 11 JUNI 2025 | 13:59 WIB

DALAM doktrin neoliberal, manusia adalah angka. Bila terlalu banyak, ia disebut beban fiskal. Bila tak bisa diserap pasar kerja, ia dianggap pengangguran yang harus ditekan. 

Maka tak heran jika negara-negara berkembang, termasuk Indonesia terus didorong untuk menekan jumlah manusia melalui program Keluarga Berencana.

Padahal logika dasarnya sangat keliru: menganggap manusia sebagai masalah. Sebuah warisan cara berpikir kolonial dan ekonomi pasar bebas, yang lebih takut pada rakyat daripada pada keserakahan korporasi.


Manusia Bukan Masalah, Jumlah Manusia adalah Berkah

Setiap kelahiran adalah potensi. Setiap anak adalah masa depan. Tak ada negara besar di dunia ini yang maju karena jumlah penduduknya kecil. Justru sebaliknya, Tiongkok, India, AS, dan Indonesia memiliki daya saing karena populasi besar yang bisa dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi, inovasi, dan budaya.

Indonesia bahkan sedang berada dalam fase langka dan sangat berharga dalam sejarah demografi: bonus demografi. Artinya, penduduk usia produktif (15–64 tahun) jauh lebih besar daripada usia non-produktif. Data BPS mencatat bahwa puncak bonus demografi Indonesia akan terjadi sekitar tahun 2025–2030, saat sekitar 70 persen dari total penduduk adalah tenaga kerja potensial. Ini adalah berkah sejarah. 

Tapi pertanyaannya: Mengapa justru di saat rakyat produktif melimpah, negara masih saja mengeluh kekurangan anggaran dan takut dengan jumlah penduduk? Karena sistem ekonominya tak mampu atau enggan menampung dan memberdayakan mereka.

KB sebagai Proyek Efisiensi Neoliberal

Di era Orde Baru hingga kini, program KB dijual dengan jargon manis demi kualitas hidup, demi kesejahteraan keluarga. Tapi di baliknya, tersimpan kepentingan sistem, menekan jumlah rakyat miskin agar tak membebani fiskal dan pasar kerja.

Itu sebabnya, KB justru gencar dipromosikan ke kalangan miskin, bukan ke kelas menengah atas. Karena yang ingin dikendalikan bukan kesadaran, tapi jumlah. Logika neoliberal sangat sederhana: lebih sedikit rakyat, lebih kecil beban negara.

Dalam teori alternatif seperti Modern Monetary Theory (MMT), pengangguran bukan kegagalan pasar, tetapi hasil desain sistem. Dan ironisnya, sistem justru membutuhkan sejumlah pengangguran agar upah tetap ditekan dan inflasi terkendali.

Artinya: banyaknya manusia yang tidak bekerja bukan karena manusia terlalu banyak, tetapi karena sistem menolak menampung mereka. Ini bukan kegagalan rakyat. Ini sabotase struktural.

Kita butuh negara yang merangkul rakyatnya, bukan mencurigai mereka. Kita butuh sistem ekonomi yang menganggap manusia sebagai modal utama pembangunan, bukan sebagai angka pengganggu neraca APBN.

Jika negara benar-benar berdaulat, setiap manusia adalah berkah. Semakin banyak rakyat, semakin banyak potensi kerja, produksi, inovasi, dan solidaritas sosial. Itulah dasar kedaulatan sejati, bukan menyesuaikan jumlah manusia dengan keterbatasan sistem, tetapi mengubah sistem agar mampu menampung seluruh rakyat.

Bonus Demografi Harus Dimenangkan Bukan Dihindari

“Negara yang sedang diberi anugerah bonus demografi tapi malah mempromosikan pembatasan kelahiran adalah negara yang sedang menyia-nyiakan masa depannya sendiri”.

Bonus demografi adalah bukti konkret bahwa jumlah manusia adalah kekuatan. Tapi hanya akan jadi berkah jika ada kemauan politik untuk mengarahkan sistem ekonomi ke pembangunan manusia, bukan menyesuaikan manusia dengan keterbatasan ekonomi.

Tutup proyek kendali populasi, buka jalan untuk kedaulatan manusia. Cukup sudah kita hidup di bawah logika pengendalian. Sudah saatnya Indonesia membalik arah: bukan membatasi manusia, tapi membesarkan mereka.

Rakyat banyak bukan beban. Mereka adalah fondasi bangsa yang besar dan berdaulat. Yang beban justru adalah sistem ekonomi yang membuat manusia tak berguna di tanah airnya sendiri.
 
*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya