Berita

Presiden Prabowo Subianto/Ist

Publika

Prabowo Bawa Arah Agenda Besar Indonesia

Oleh: Efatha Filomeno Borromeu Duarte*
RABU, 09 APRIL 2025 | 02:00 WIB

DALAM politik, kekuasaan bukan hanya tentang siapa yang memimpin, tapi bagaimana kepemimpinan itu membangun arah, membagi beban, dan menciptakan struktur yang bertahan. 

Setelah 150 hari pertama pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto telah menampilkan sesuatu yang tak diragukan arahnya ketika diwawancarai oleh tujuh jurnalis senior: memaksimalkan energi dalam eksekusi.

Presiden tampak tidak banyak berspekulasi, tidak sibuk dengan perayaan simbolik. Ia memilih bekerja. Ia menyusun ulang anggaran, menyorot pupuk dan traktor, menghidupkan dashboard pangan, dan merancang program makan bergizi gratis untuk anak sekolah. Dalam lanskap politik yang sering tersesat dalam retorika, langkah ini terasa konkret. 


Namun analisis strategis ini tidak berhenti pada apresiasi. Sebab dalam struktur negara, kerja keras pemimpin bukan jaminan bahwa sistem akan bertahan. Negara yang bergerak hanya karena satu orang sedang berlari, bukan negara yang kokoh, melainkan negara yang kelelahan menunggu komando. Kerja hebat hanya akan bermakna ketika sistem mampu menirunya tanpa harus diseret tiap hari.

Terlihat bahwa Presiden paham risiko global: ketegangan geopolitik, perang dagang, dan krisis pangan. Maka ia menyodorkan tiga prioritas: swasembada pangan, energi, dan air. Ini bukan hanya agenda kebijakan, tapi upaya membangun kedaulatan dalam dunia yang makin tidak bisa diprediksi. Hanya saja untuk menjadikan itu kenyataan, negara tertantang tidak bisa hanya bekerja dari atas sendirian. Ia butuh energi kita bersama.

Menariknya, di sinilah letak kodrat ide besar itu diuji: ia tidak lahir sebagai cetak biru yang final, melainkan sebagai kerangka yang terus menyesuaikan diri dengan kenyataan yang bergerak.

Agenda besar Presiden tentang swasembada dan ketahanan nasional bukan rumus yang tinggal dieksekusi. Ia adalah gagasan yang teramat kompleks, menuntut waktu untuk dipahami, tenaga untuk dijalankan, dan imajinasi kolektif untuk ditumbuhkan bersama. Sejauh ini, semangat dari pusat sudah ada. Tapi resonansi di bawahnya belum sepenuhnya menjalar sebagai inisiatif yang otonom dan siap gerak.

Ini bukan soal salah urus. Ini soal fase awal dari transisi cara berpikir bernegara. Relasi antara pemimpin dan pelaksana belum seluruhnya tumbuh sebagai hubungan simetris saja. Kekuasaan masih bicara dari panggung, belum turun ke barisan penonton. Tapi setiap panggung, cepat atau lambat, butuh tepuk tangan yang tulus serta meriah dan itu hanya datang dari mereka yang merasa menjadi bagian dari naskahnya ceritanya.

Apapun dinamika dan debat yang bergulir, kita perlu ingat: perbedaan bukan halangan, tapi prasyarat berpikir. Negara yang mandiri, adil, dan sejahtera bukan lahir dari seragamnya pendapat, melainkan dari pertemuan pikiran yang kritis dan bebas. 

Seperti benih yang tumbuh pelan, perubahan tidak datang dari akrobat janji, tapi dari kesabaran politik dan nalar publik. Gotong royong bukan sekadar slogan warisan, tapi praksis kebangsaan yang menuntut partisipasi sadar. Maka, jika kita ingin masa depan, jangan takut pada perbedaan takutlah pada diam yang membunuh akal sehat.

Dan mungkin, di tengah segala keterbatasan cara dan komunikasi yang tak selalu ramah telinga, arah yang dituju masih bisa dimengerti. Kita tidak selalu sepakat pada bagaimana, tapi bisa jadi masih sepaham dalam mengapa. Sebab tujuan tak hanya dinilai dari presepsi media, tapi juga dari keseriusan Presiden dan niat mereka yang melangkah untuk republik ini lebih hebat.


*Penulis adalah Akademisi FISIP Universitas Udayana



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya