Berita

Representative Image/Net

Dunia

Israel Akhiri Gencatan Senjata Gaza dengan Serangan Mematikan, Ratusan Tewas

SELASA, 18 MARET 2025 | 10:59 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Israel meluncurkan serangkaian serangan udara besar-besaran di Gaza pada Selasa pagi, 18 Maret 2025 yang mengakibatkan lebih dari 200 warga Palestina tewas dan menghancurkan gencatan senjata yang baru-baru ini disepakati.

Serangan ini terjadi di beberapa lokasi, termasuk Kota Gaza, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah. 

Pasukan Israel mengklaim bahwa mereka menargetkan posisi-posisi strategis, termasuk infrastruktur Hamas, dalam operasi yang dianggap sebagai yang terbesar sejak dimulainya gencatan senjata pada 19 Januari lalu.


Menurut petugas medis dan saksi mata, banyak korban tewas dalam serangan ini adalah wanita dan anak-anak. 

Juru bicara badan medis setempat, Mahmud Basal mengonfirmasi bahwa lebih dari 150 orang terluka akibat agresi ini, yang mencakup pemboman udara dan penembakan artileri di seluruh wilayah Gaza. 

Serangan udara juga menargetkan tempat-tempat perlindungan bagi warga sipil, termasuk Sekolah Al-Tabi'in yang melindungi orang-orang terlantar di lingkungan Al-Daraj, serta tenda-tenda tempat pengungsi berlindung di Mawasi, dekat Khan Younis.

Hamas, sebagai respon atas serangan tersebut, mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa Israel telah membatalkan perjanjian gencatan senjata dan memperingatkan bahwa tindakan tersebut akan membahayakan nasib para sandera. 

Mereka menuduh Israel sengaja menggagalkan upaya perdamaian yang telah dibicarakan selama beberapa minggu terakhir. 

Dalam sebuah pernyataan, kelompok Jihad Islam Palestina (PIJ) juga mengkritik Israel dengan menyebutnya melanjutkan perang pemusnahan di Gaza.

"Serangan terbaru ini menunjukkan bahwa Israel tidak tertarik pada gencatan senjata dan malah memutuskan untuk terus melanjutkan agresinya," ujar juru bicara PIJ, seperti dimuat Reuters.

Mereka menambahkan bahwa meskipun Israel telah berusaha keras untuk memenangkan perang melalui kekerasan, mereka tidak akan berhasil mengalahkan perlawanan yang diberikan oleh rakyat Palestina.

Militer Israel, di sisi lain, menyatakan bahwa serangan ini adalah bagian dari upaya mereka untuk menargetkan komandan Hamas dan infrastruktur kelompok tersebut, dengan rencana untuk melanjutkan kampanye militer mereka jika diperlukan. 

Mereka juga mengisyaratkan bahwa serangan tersebut dapat diperluas menjadi operasi darat, meskipun saat ini belum ada invasi yang dilancarkan.

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat, yang mendukung Israel, menyatakan bahwa Israel berhak membela diri dari ancaman yang ditimbulkan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya. 

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan pernyataan yang mengutip Presiden Donald Trump yang menegaskan bahwa Israel dan AS tidak akan membiarkan ancaman terorisme, baik dari Hamas, Hizbullah, atau kelompok lain, tanpa konsekuensi.

Gelombang kekerasan ini terjadi di tengah situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza, dengan blokade Israel yang membatasi pasokan bantuan kemanusiaan. 

Menurut laporan dari Kantor Media Pemerintah Gaza, lebih dari 61.700 orang telah mengungsi, dan ribuan orang dilaporkan hilang akibat serangan dan kehancuran yang terjadi di wilayah tersebut.

Gencatan senjata sebelumnya, yang dimediasi oleh pihak internasional, telah mulai retak akibat ketidaksepakatan antara Israel dan Hamas, terutama terkait dengan persyaratan pembebasan sandera dan pencabutan blokade Gaza. 

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyalahkan Hamas atas kegagalan gencatan senjata ini, menuduh kelompok tersebut menolak untuk membebaskan sandera Israel dan menolak rencana perdamaian yang ditawarkan oleh utusan AS.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan negara-negara seperti Inggris, Prancis, dan Jerman telah mengecam eskalasi militer ini, menyuarakan keprihatinan atas blokade dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terus berlanjut di Gaza.

Situasi di Gaza semakin tegang, dengan harapan untuk gencatan senjata yang lebih lama tampaknya semakin jauh dari kenyataan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya