Anggota DPD RI, Fahira Idris/Net
Pemilih muda mempunyai posisi tawar tinggi pada ajang Pemilu 2024 karena menjadi penentu seperti apa wajah Indonesia ke depan. Jika pemilih muda mengedepankan rasionalitas dalam memilih, maka Indonesia akan menjadi sebuah support system yang baik bagi kemajuan anak muda.
Namun, jika pemilih muda hanya mengandalkan emosional atau menentukan pilihan hanya berdasarkan kesukaan atau ketidaksukaan semata, maka masa depan Indonesia tidak akan pernah cerah.
Demikian disampaikan senator DKI Jakarta, Fahira Idris yang melihat ada pergeseran psikologis pemilih muda dari yang sebelumnya emosional menjadi pemilih rasional.
“Pemilih muda sudah cerdas membedakan mana calon yang membawa program substantif dan calon yang hanya sekadar
gimmick," kata anggota DPD RI ini dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/1).
Pemilih muda, kata Fahira, cenderung sudah tidak mau lagi hanya dijadikan objek meraup suara. Mereka akan pilih calon wakil rakyat yang punya program substantif, seperti pendidikan, lapangan pekerjaan, biaya hidup, teknologi dan lingkungan.
Selain itu, anggapan bahwa pemilih muda terutama generasi Z lebih suka
gimmick dan ahistoris tidak sepenuhnya berdasar. Kedekatan generasi Z dengan teknologi informasi dan internet telah mentransformasi mereka menjadi pemilih cerdas.
"Lewat internet juga mereka memahami jika ada calon baik itu calon anggota legislatif maupun capres/cawapres yang memanfaatkan algoritma media sosial untuk menebar
gimmick, bukan program konkret," tandasnya.