Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Pengamat: Keputusan Bersalah Chauvin Atas Pembunuhan George Floyd Gagal Menyentuh Akar Masalah Rasial AS

KAMIS, 22 APRIL 2021 | 06:58 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Juri pengadilan AS  telah menyatakan bahwa mantan polisi Minneapolis, Derek Chauvin, bersalah dan bertanggung jawab atas pembunuhan George Floyd. Dengan keputusan tersebut, Chauvin kini  menunggu vonis masa hukumannya yang bisa mencapai maksimal 40 tahun penjara.

Keputusan bersalah Chauvin disambut sorak-sorai dan air mata di antara banyak orang Amerika, dan dipuji oleh beberapa politisi AS, termasuk Presiden Joe Biden, yang menyebutnya ‘langkah maju’ sementara media Barat menyebutnya sebagai ‘momen yang menentukan’.

Namun, apakah putusan kasus ini benar-benar menandai perubahan dalam krisis rasial yang mengakar di AS?

Analis China mengatakan vonis bersalah, meskipun meredakan kemarahan dan kecemasan dari kasus George Floyd selama berbulan-bulan, gagal menyentuh akar masalah rasial AS.

Video insiden Mei lalu menunjukkan bahwa Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun, memohon untuk keselamatan nyawanya sementara Chauvin menekan lututnya di lehernya selama lebih dari sembilan menit saat menangkap Floyd. Floyd berulang kali memberi tahu petugas polisi bahwa dia tidak bisa bernapas sebelum akhirnya mengambil napas terakhirnya di trotoar.

Perilaku Chauvin memicu badai protes dan kerusuhan nasional terhadap kebrutalan polisi dan rasisme, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Setelah putusan diumumkan pada Selasa (20/4), ada air mata haru dan sorak-sorai di jalan-jalan Minneapolis. Bahkan Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris memuji putusan itu sebagai langkah maju dalam memerangi rasisme sistemik.

Namun, Lu Xiang, seorang peneliti studi AS di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, menilai bahwa putusan kasus itu tidak benar-benar menandai perubahan dalam krisis rasial yang mengakar di AS.

“Ini hampir tidak bisa disebut signifikan sama sekali,” kata Lu seperti dikutip dari Global Times, Rabu (21/4).

Beberapa politisi AS hanya memanfaatkan kasus ini untuk mendapatkan pujian, menurut Lu. Tetapi mereka gagal mengatasi akar masalah, termasuk kesenjangan kekayaan dan pengendalian senjata, yang menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk menyelesaikan masalah.

“Kasus ini memiliki pengaruh yang sangat luas karena video berdurasi sembilan menit itu sangat mencekam untuk ditonton. Tetapi kekerasan lain terhadap orang kulit hitam di AS tidak diperhatikan,” kata Lu.

Pada hari yang sama ketika putusan Chauvin dikeluarkan, seorang polisi di Columbus menembak mati gadis remaja kulit hitam yang mereka hadapi saat dia menerjang dua orang dengan pisau. Kemudian, juga di hari yang hampir sama, seorang petugas secara fatal menembak pria kulit hitam saat razia lalu lintas  di dekat Minneapolis hanya karena keliru mencabut senjata yang ia kira taser.

Cara AS memecahkan masalah bergantung pada tombak-tombak antara kelompok yang berbeda, menurut Zhang Tenglun, asisten peneliti di Institut Kajian Internasional China.

“Vonis dari kasus Floyd tidak akan menghapus konflik yang mengakar. Tidak seperti China, yang dapat mengalokasikan sebagian besar sumber daya untuk memecahkan masalah di bawah pengaturan yang terkoordinasi, cara pemecahan masalah AS bergantung pada tombak tombak antara kelompok yang berbeda. Tapi prosesnya akan sangat lambat dan menyakitkan bagi AS,” kata Zhang.

Di saat kemarahan yang dipicu oleh gerakan Black Lives Matter belum mereda, meningkatnya kejahatan rasial terhadap orang Asia semakin memperlebar jurang rasial yang semakin dalam di negara itu.

“Kebencian Asia sebagian besar dipicu oleh mantan presiden AS Donald Trump dan politisi lainnya, yang mencela ‘virus China’ dan mengambil sikap bermusuhan terhadap China di setiap lini, dan menyalahkan negara lain, terutama China atas semua kegagalan AS,” kata Zhang.

Analis mengatakan setelah Biden menjabat, dia sebenarnya tetap mengulangi taktik lama Trump, namun bedanya, dia menutupnya  dengan cara yang lebih lembut.

“Kata-kata indah politisi tidak banyak berguna dalam meredam meningkatnya konflik rasial di AS. Namun ketidakmampuan mereka untuk menyelesaikan masalah rasial dan terus menyalahkan orang lain hanya akan menyeret AS ke dalam masyarakat yang lebih terpecah,” menurut Zhang.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya