Berita

Bidak catur/Net

Publika

Penguasa Yang Hilang Rasa, Bencana Buat Rakyatnya...

KAMIS, 29 OKTOBER 2020 | 10:28 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN

KEKUASAAN dalam kosmologi Jawa penuh simbol.

Sehingga misalnya gelar Raja adalah Paku Buwana, Paku Alam, Mangku Bumi, dan seterusnya.

Bila Paku dicabut maka Buwana chaos.


Apabila penguasa “Tak Mangku Bumi” maka terjadilah ketidakseimbangan...

Kebudayaan Jawa yang luhur percaya seorang pemimpin adalah juga pemimpin alam.

Karena itu, Olah Batin diperlukan untuk mencapai kekuatan sukma demi menjaga keseimbangan manusia dengan alam.

Olah Batin antara lain untuk menajamkan Roso (Rasa), atau kepekaan dalam kepribadian.

Rasa, kepekaan, atau sensitifitas dibutuhkan agar penguasa mampu bijaksana, dan untuk menjaga tidak melakukan hal-hal yang memalukan.  Melukai perasaan rakyat atau bertindak tidak adil.

WS Rendra mengagumi Raden Mas Sudjono, Raja Jawa bergelar Hamengku Buwono I yang mengutamakan Olah Rasa.

Raja yang dikenal dekat dengan rakyat ini mengedepankan filosofi  “Sangkan Paraning Dumadi”.

Perenungan yang mempertanyakan eksistensi manusia “Dari Mana Dan Akan Kemana Seluruh Isi Alam Ini ...”

Saat muda sang Sultan gemar berjalan kaki mengarungi hutan, singgah di telaga, mengembara di sepanjang pantai, mendaki bukit-bukit kapur, dan Merapi.

Dalam melakukan tourne ini Sultan mengenakan pakaian orang biasa untuk berdialog dengan petani, nelayan, dan masyarakat di perkampungan,  untuk mengetahui realitas yang sesungguhnya di kalangan rakyat.

Dalam konteks politik modern hari ini Olah Rasa relevan untuk menajamkan kepekaan seorang penguasa, lebih-lebih bila penguasa tersebut berasal dari kultur Jawa.

Sukarno, Gus Dur, adalah contoh-contoh pemimpin yang mengganggap perlu spiritualisme disamping soal-soal materialisme.

Olah Rasa lahir dari penghayatan yang orisinil, tidak artifisial, seperti halnya pencitraan, yang belakangan ini rame dilakukan elit kekuasaan dengan melakukan tiktok, basa-basi blusukan, tebar pesona, tanpa content dan solusi atas masalah.

Olah Rasa menjadikan seorang penguasa tau batas, tau malu, dan memiliki standar etika.

Sehingga perbuatan yang tidak sepatutnya seperti nepotisme; aji mumpung menjadikan anak, menantu, besan, dan kerabat memegang posisi kepala daerah, tidak akan dilakukan.

Olah Rasa melatih penguasa menyatukan kata dengan perbuatan.

Pamor kekuasaan akan jatuh dalam kehinaan apabila dipertahankan dengan kepalsuan dan kebohongan.

Penguasa yang hilang rasa ialah sumber bencana buat rakyatnya.

Penulis adalah wartawan senior

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya