Berita

Joko Widodo/Net

Publika

Dari Omnibus Sampai Kediri: 'Boneka Di Era Mirip Tragedi Mataram'

RABU, 19 FEBRUARI 2020 | 18:58 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN

HIRARKI kekuasaan Jawa penuh simbol, sehingga misalnya gelar penguasanya Paku Buwono, Paku Alam, Mangku Bumi, dan seterusnya.

Bila Paku dicabut maka Buwana chaos. Apabila penguasa tak “mangku bumi” maka terjadilah ketidakseimbangan.

Mitologi Jawa meyakini Ratu Adil.


Soekarno yang dikatakan Ratu Jawa Berpeci atau Diponegoro yang bergelar “...Herucokro Amirulmukminin...” diyakini sebagai Ratu Adil.

Waktu menjelang proklamasi Soekarno tiga kali ke Kediri. Minta wahyu Jayabaya. Walaupun bagi Soekarno Ratu Adil bikinan rakyat sendiri akibat kesengsaraan.

Jayabaya pembaca tanda zaman. Meramal kedatangan bangsa-bangsa asing yang sekarang masih bercokol sebagai imperialisme dan kolonialisme baru.

Banyak undang-undang kini dibikin sesuai kepentingan asing/aseng. Undang-undang Migas dan seterusnya. Kini Omnibus Law jadi momok mengerikan karena semakin menguntungkan perusahaan/tenaga kerja asing/aseng. Sedang buruh yang merana kian dihinakan harkatnya.

Undang-undang Pers-nya diserobot sehingga dominasi modal asing/aseng bakal berkuasa. Undang-undang dipaketkan jadi satu dalam aneka selera penguasa, padahal dasar berpikirnya berbeda-beda.

Di zaman Paku Buwono II elite penguasanya juga berkomplot dengan asing/aseng, sehingga ekonomi dikuasai oleh VOC. Raja tiada daya karena terdesak oleh perang tahta dengan saudara sendiri yang didalangi maskapai perdagangan Belanda itu.

Dalam Perjanjian 1743 raja yang telah goyah kekuasaannya dan kehilangan kepercayaan rakyat ditekan oleh VOC untuk bikin “undang-undang” yang sangat fatal, sehingga memukul dan mematikan perdagangan laut masyarakat Jawa dengan ditandatanganinya Perjanjian Ponorogo antara raja yang lagi ngungsi di Ponorogo dengan VOC.

Dalam perjanjian tragis itu raja bak boneka belaka, karena menyetujui perjanjian yang menyatakan:

Pertama: Pengangkatan bupati terutama di pesisir harus dengan restu VOC.

Kedua: Rakyat Mataram tidak boleh bikin perahu.

Ketiga: Dalam mengangkat Patih Dalem (menteri & panglima) calon yang akan diangkat oleh raja harus lebih dulu mendapat persetujuan VOC.

Keempat: Perdagangan (perekonomian) termasuk infrastruktur seperti pelabuhan mutlak dikuasai oleh VOC.

Saking mengenaskan kondisi ini banyak kalangan menyebutnya Tragedi Mataram. Adakah paralelisme historis dari kejadian ini dengan situasi di era sekarang ?

Orang Perancis berkata:

L’Histoire se Repete

Sejarah Mengulang Dirinya Sendiri.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya