Berita

Sri Mulyani Indrawati/Net

Publika

Ekonomi Bergiliran Dijajah, Sri Mulyani Bertobatlah…

KAMIS, 01 AGUSTUS 2019 | 21:06 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN

PARA pembesar Belanda dulu suka mencemooh, dikatakannya kita adalah bangsa yang paling lunak di dunia (Het zachtmoedigste volkter aarde).

Silih berganti bangsa ini diperbudak oleh bangsa-bangsa lain. Sumber daya alamnya dirampok, mulai dari rempah-rempah, perkebunan, kekayaan laut, hutan, hingga sekarang sumber migas dan banyak sektor lainnya dikuasai oleh asing. Industri strategis dan BUMN-nya bangkrut, infrastrukturnya dari mengutang, dan lalu dilego kepada bangsa lain.

Sejak kaum penjajah masuk ke bumi Nusantara berabad-abad yang lalu tiada henti-hentinya kita terus dijajah. Digilir oleh Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Belanda, Jepang, dan Belanda lagi.

Rakyatnya ditindas oleh Tanam Paksa, Kerja Rodi, genosida rempah di Banda & Maluku, Romusha, pajak petani, nelayan disingkirkan budaya maritim dihancurkan, politik diskriminasi, jugun ianfu, kuli kontrak, dan seterusnya.

Sekarang pun bangsa ini terus dijajah melalui IMF dan World Bank yang merupakan pintu masuk neokolonialisme dan neoimperialisme yang prakteknya disuburkan oleh menteri-menteri ekonomi beraliran neoliberal yang orientasinya berpihak kepada kepentingan asing dan aseng, seperti terlihat dari keputusan-keputusan yang diperbuat oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang bermurah hati selalu kepada asing & aseng antara lain dengan kasih bunga utang ketinggian, dan pasang pajak yang menjerat bagi rakyat kecil.

Pemimpin Indonesia di masa lalu menggabungkan titik pandang “sejarah” dan “masa depan”, sehingga umumnya visi mereka melampaui zaman. Mereka belajar dari berbagai penderitaan ekonomi yang dialami oleh rakyat, sehingga lahirlah konsepsi ekonomi seperti koperasi, Trisakti, Berdikari, dan konsepsi-konsepsi patriotik yang memihak kepada kepentingan bangsa. Yang cita-cita dan ikhtiarnya adalah memuliakan kehidupan rakyat. Mereka ingin bangsa ini menghadapi masa depan tanpa mengabaikan masa lalu.

Tetapi apa lacur elit kekuasaan hari ini sengaja melupakan peristiwa-peristiwa pahit yang pernah menyakitkan bangsa di masa lalu.

Mengingat-ingat kembali peristiwa-pahit yang pernah menyakitkan bangsa di masa lalu tentu bukanlah untuk menyuburkan dendam kesumat, melainkan sebagai modal untuk refleksi, introspeksi, otokritik dan untuk kontemplasi mengapa dulu kita disakiti, mengapa kita kalah, dan mengapa kita banyak tidak berdaya terhadap bangsa-bangsa lain.

Mengapa kita tidak punya kemampuan atau tidak punya keberanian untuk melakukan terobosan, out of the box, untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.

Sense of History itu perlu terutama buat Sri Mulyani.

Sejarah bukan sekedar hafalan waktu dan kejadian. Sejarah adalah ilmu memahami masyarakat yang memungkinkan orang punya peta dalam menjalani hidup masa kini dan masa depan, dengan memahami masa lalu.

Sri Mulyani, belajarlah sejarah bangsamu, sejarah tentang penderitaan rakyatmu akibat kebijakan ekonomi yang sesat dan salah urus. Sejarah tentang kegagalan ekonomi neoliberal, akibat buruk IMF dan World Bank untuk Indonesia dan negeri-negeri lainnya.

Malu, insyaf, dan bertobatlah.

Penulis adalah wartawan senior.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kepala Daerah Tidak Ikut Retret: Petugas Partai atau Petugas Rakyat, Jangan Ada Negara Dalam Negara

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:27

Ketua DPRA Tuding SK Plt Sekda Permainan Wagub dan Bendahara Gerindra Aceh

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:01

Tumbang di Kandang, Arsenal Gagal Dekati Liverpool

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:43

KPK Harus Proses Kasus Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarga, Jangan Dipetieskan

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:23

Iwakum: Pelaku Doxing terhadap Wartawan Bisa Dijerat Pidana

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:59

Langkah Bupati Brebes Ikut Retret ke Magelang Tuai Apresiasi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:54

Tak Hanya Langka, Isi Gas LPG 3 Kg di Pagar Alam Diduga Dikurangi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:42

Dari #KaburAjaDulu hingga #IndonesiaGelap: Belajar dari Bangladesh

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:21

Wartawan Jaksel Pererat Solidaritas Lewat Olahraga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:58

PLN dan Wuling Siapkan Layanan Home Charging Praktis dan Cepat, Hanya 7 Hari

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:34

Selengkapnya