Berita

Publika

Tidak Perlu Lagi Kartu JakLingko

JUMAT, 04 JANUARI 2019 | 13:11 WIB

BEBERAPA waktu lalu saya mendapat kiriman promosi penjualan kartu tiket JakLingko, alat pembayaran untuk layanan transportasi publik yang dikeluarkan oleh Pemprov Jakarta. Kartu tersebut hanya bisa digunakan untuk layanan Transjakarta serta angkot atau bus yang menjadi feeder (pengumpan).

Masyarakat yang hendak memiliki kartu JakLingko harus membeli seharga Rp 10.000 dengan isi kosong.

Penerbitan kartu JakLingko ini aneh dan mengada-ngada. Selama ini sudah ada kartu Transjakarta atau uang elektronik yang digunakan untuk membayar layanan Transjakarta. Mengapa pula harus membuat dan menjual kartu baru lagi, JakLingko? Mengapa tidak sistem kartu yang sudah ada saja yang digunakan untuk layanan transportasi Jakarta JakLingko?


Sekarang ini juga sudah ada rencana pemberlakuan sistem tiketing untuk moda Transportasi KRL Jabodetabek, MRT dan LRT. Ketiga moda yang dikelola oleh BUMN di atas tetap bisa menggunakan uang elektronik yang sudah ada dan sudah digunakan di KRL dan Transjakarta atau juga membayar Tol.

Nah, melihat kepentingan integrasi layanan transportasi massal publik di Jabodetabek seharusnya sistem layanan JakLingko seharusnya sama dengan atau terintegrasi dengan sistem tiketing ketiga moda transportasi publik yang dikelola oleh BUMN (KRL, MRT dan LRT).

Jadi tidak perlu lagi membuat dan menjual kartu JakLingko sendiri karena akan menyulitkan masyarakat harus membeli lagi serta menambah kartu selain kartu uang elektronik yang sudah berlaku.

Jika memang mau membangun layanan yang terintegrasi serta mempermudah masyarakat pengguna angkutan umum, sistem kartu atau tiketingnya sebaiknya terintegrasi dalam satu sistem. Tidak perlu ada sistem tiket lain (JakLingko) di dalam sistem yang sudah nasional.

Aneh jika ada kartu lain lagi dan mengesankan Pemprov Jakarta mau menjegal atau menolak sistem yang dibuat kebijakannya secara nasional.

Janganlah mempolitisasi kebijakan layanan publik, transportasi publik hanya karena "haluan" atau kepentingan politik Pemprov Jakarta berbeda dengan pemerintah pusat. Mempolitisasi layanan publik hanya akan menyulitkan serta melanggar hak masyarakat sebagai pengguna layanan publik. [***]

Azas Tigor Nainggolan
Analis kebijakan transportasi, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA).

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya