Berita

ilustrasi:net

Tambang Emas Freeport Ambil Alih Saja Oleh Negara

Terlalu Kecil Isu Nyatut Nama Presiden Untuk Minta Saham
RABU, 18 NOVEMBER 2015 | 10:06 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Dinilai hampir tidak menguntungkan masyarakat Papua, pengelolaan PT Freeport Indonesia di Papua diusulkan diambil alih (take over) untuk dikelola bangsa Indonesia. Hal ini disampaikan politisi senior, Sabam Sirait.

Bekas anggota DPR dari daer­ah pemilihan Papua ini men­egaskan, semua perjanjian yang dibuat pemerintah dengan PT Freeport hampir tidak menguntungkan masyarakat Papua.

Menurutnya, banyak negara dunia yang menawarkan ker­jasama dengan Indonesia, seperti China dan Australia atau negara-negara lain, untuk meneruskan pengelolaan pertambangan di Papua.


Pemerintah Indonesia, lanjut Sabam, bisa meniru gebrakan Hugo Chavez yang dengan berani menasionalisasi perusa­haan-perusahaan minyak dan tambang milik Amerika Serikat di Venezuela. Dia mengambil alih seluruh perusahaan asing yang beroperasi di negaranya, meski harus membayar kompen­sasi atas nasionalisasi tersebut.

"Bila perlu, Indonesia men­girim sebuah tim ke Venezualea, untuk mempelajari bagaimana mereka mengambil alih semua perusahaaan asing yang sejak lama beroperasi di negara itu," saran Sabam.

Dia mengaku tidak rela, jika pemerintah Indonesia dikibuli oleh perusahaan tambang raksa­sa Freeport. Selain mengusulkan mengambil alih, Sabam men­yarankan juga supaya meninjau para pemegang saham sejak era Orde Baru. Harus diperiksa, apa alasannya orang Indonesia ikut memegang saham PT Freeport, misalnya apakah karena mereka dulu berkuasa. "Yang ditinjau dengan Freeport itu menyeluruh, tidak hanya masalah yang se­dang ramai saat ini," katanya.

Terkait dugaan pencatutan na­ma Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla oleh oknum anggota DPR, Sabam menilainya ter­lalu terlalu kecil. Menurutnya, pihak-pihak yang setuju dengan perpanjangan kontrak Freeport di Papua saat ini, justru untuk meraih keuntungan sendiri atau kelompoknya.

Bekas anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) ini menya­takan, sudah lama mengusulkan supaya kontrak kerja sama antara PT Freeport dengan pemerintah RI ditinjau ulang.

Dia menyatakanh malah per­nah berdebat dengan bos pe­rusahaan ini di New York, AS. Ketika itu, Sabam meminta perjanjian-perjanjian yang merugi­kan Indonesia diperbaiki. "Saya tegaskan kepada bos Freeport, perjanjian juga bisa diubah," katanya.

Seperti diketahui, semasa menjabat Presiden Venezuela, Hugo Chavez mengeluarkan aturan mengenai kepemilikan domestik di tambang emas mini­mal 55%, sisanya boleh dipe­gang asing. Chavez beralasan, aturan ini diterbitkan dalam rangka kemandirian ekonomi nasional Venezuella.

Dia juga menilai, aturan ini akan menghilangkan 'mafia' yang selama ini menguasai perdagangan sumber daya alam Venezuela. Selain itu, perusa­haan asing yang menambang emas di Venezuela harus meny­erahkan royalti 13 persen dari total produksi.

Venezuela masuk daftar pemi­lik cadangan emas terbanyak urutan 15 di dunia dengan jum­lah 365,8 ton berdasarkan World Gold Council.

Selain Venezuela, langkah se­rupa juga pernah dilakukan pe­merintah Bolivia. Dampaknya, salah satu capaian penting pasca nasionalisasi adalah penerimaan di sektor energi yang meningkat pesat.

Menurut Menteri Hidrokarbon Bolivia, Juan Jose Sosa, Bolivia telah mendapat keuntungan 16 miliar dolar AS sejak nasional­isasi energi oleh Evo Morales pada 2006.

"Tujuh tahun sebelum nasion­alisasi, yaitu dari 1999 hingga 2005, negara hanya menerima 2 miliar dolar AS. Tujuh tahun setelah nasionalisasi, negara menerima 16 miliar dolar AS lebih," katanya.

Langkah nasionalisasi per­tama diumumkan Presiden Evo Morales saat peringatan Hari Buruh se-Dunia pada 2006, yang mengambil alih tujuh perusa­haan minyak asing.

Pemerintah kemudian men­gakuisisi saham dari perusahaan yang dinasionalisasi, seperti Repsol-Spanyol dan Petrobras-Brazil. Pemerintah juga me­maksa perusahaan lain, seperti Pluspetrol-Argentina dan Total-Perancis, untuk membuat kon­trak baru.

Tak hanya itu, pasca nasional­isasi, investasi di sektor energi bukannya menurun, melainkan naik tiga kali lipat. Lima tahun sebelum nasionalisasi, investasi di sektor energi hanya 1.86 miliar dolar AS. Namun, dalam kurun waktu 2006-2012, nilai in­vestasi telah meningkat menjadi 5.24 miliar US dollar.

Tak hanya itu, untuk pertama kali dalam sejarahnya, Bolivia akhirnya berhasil memiliki pabrik pemisahan gas alam cair. "Setelah kita merebut kembali kekayaan alam kita, sekarang kita jadi tanah air baru melalui industrialisasi," kata Morales.

Dengan keberadaan pabrik ini, Bolivia tak perlu mengimpor bahan bakar gas lagi dari luar. Maklum, pada 2012, Bolivia menghabiskan 48.9 juta dolar AS untuk subsidi elpiji dan 61 juta dolar AS untuk impor bahan bakar. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya