Berita

ilustrasi, proyek mekanikal hambalang

X-Files

Staf PT Duta Citra Laras Disuruh cari Faktur Fiktif

Pengakuan Saksi Kasus Hambalang di Sidang Tipikor
KAMIS, 29 JANUARI 2015 | 09:56 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Saksi menyebut, audit keuangan PT Duta Citra Laras (DCL) menemukan kerugian proyek mekanikal elektrik (ME) pada pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, sebesar Rp 40 miliar.

Penjelasan tersebut dike­mukakan saksi Irfan Nur Andri dalam sidang lanjutan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT DCL Machfud Soeroso di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.

Irfan menyatakan, posisinya sebagai auditor keuangan PT DCL, membuatnya mengetahui alur keluar masuk dana perusa­haan tersebut.


Termasuk, sebutnya, dana-dana proyek ME untuk peker­jaan P3SON. Dia menandaskan, keterlibatannya mengaudit re­kening perusahaan itu, diawali permintaan staf operasional PT DCL, Yahya Novanto.

Ia mengaku tak ingat persis kapan permintaan tersebut disampaikan. Tapi yang jelas, order alias perintah mengaudit rekeningperusahaan dijalankan secara serius.

Saat memulai proses audit, saksi mengaku menemukan kejanggalan. Kejanggalan itu terletak pada tidak adanya data pendukung transaksi keuangan perusahaan. Artinya, data-data keuangan yang diterimanya hanyalah data yang berasal dari perusahaan.

Dia menambahkan, saat itu sama sekali belum berpikir bakal menemukan adanya kerugian. Namun setelah diperiksa KPK, ia disodori data oleh penyidik. Data itu menyebutkan ada pe­masukan dana ke perusahaan Rp 28 miliar.

Data itu, menurutnya, ber­beda dengan hasil penghitungan menggunakan data transaksi PT DCL. Hasil audit keuangan PT DCL, sebut dia, menyimpulkan, adanya temuan dana masuk pe­rusahaan yang kurang dari angka yang semestinya.

Pria berkacamata itu pun menegaskan, total dana yang masuk ke PT DCLsemestinya Rp 162 miliar. Namun dalam pemeriksaan dokumen transaksi keuangan PT DCL, dia menemu­kan bahwa dana yang masuk hanya Rp 122 miliar.

"Awalnya kita hanya memeriksa pendapatan dan biaya-biaya proyek Hambalang tahun 2011," katanya.

Irfan menyatakan, hasil audit menemukan adanya minus Rp 40 miliar. "Saya menyimpulkan ini sebagai kerugian perusa­haan," katanya.

Namun, ketika dicecar pertan­yaan, kemana dana Rp 40 miliar tersebut, saksi mengaku tidak tahu. Ia pun menjelaskan, tidak tahu perbedaan hasil audit itu dilatari oleh hal apa. Dia bilang, bukti-bukti kuitansi yang diaudit seluruhnya berasal dari PT DCL. "Saya tidak tahu apakah kuitansi itu asli atau fiktif."

Saksi lainnya Yahya Novanto menerangkan, teknis audit rek­ening PT DCLberawal dari per­mintaan Direktur Operasional PT DCL Ronny Wijaya untuk mencari auditor. Atas permint­aan tersebut, Yahya lantas men­gontak Irfan Nur Andri untuk mengaudit rekening perusahaan infrastruktur ini.

Namun, saksi mengaku sem­pat diminta oleh Rony Wijaya untuk mencari faktur fiktif. "Sama Pak Ronny," tandasnya. Hanya saja, dia menyatakan, tak pernah mendapat perintah untuk membuat hasil audit perusahaan menjadi rugi.

Hal senada disampaikan saksi Irfan. Pada keterangannya, dia menegaskan, tak pernah menda­pat order untuk membuat hasil audit perusahaan rugi.

"Tidak ada. Tidak pernah Yang Mulia," imbuhnya.

Kilas Balik
Bos PT DCL Machfud Soeroso Didakwa Perkaya Diri Rp 46,5 Miliar


Jaksa KPK mendakwa Machfud Soeroso memperkaya diri Rp 46,5 miliar. Dana tersebut diperoleh terdakwa saat perusahaannya, PT Duta Citra Laras (DCL) menggarap proyek Hambalang.

Perusahaan terdakwa, disebut dalam dakwaan, menjadi sub kontraktor pekerjaan mekanikal elektrik (ME) yang digarap ker­jasama operasional (KSO) PT Wijaya Karya dan Adhi Karya.

Proyek Hambalang ditujukan untuk Pusat Peningkatan Prestasi dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON). Namun tahun 2006, pembangunan terhenti karena belum ada sertifikat atas lahan. Untuk kepentingan tersebut, terdakwa Kabiro Perencanaan Kemenpora Dedi Kusdinar ditunjuk Sesmenpora Wafid Muharram sebagai koordinator tim persiapan pembangunan.

Anggota tim ini ialah Tommy Apriantono, Dosen ITB, dan Lisa Lukitawakti, Direktur CV Rifa Medika. Tim bertugas, merencanakan, mempersiapkan, mengoordinasikan, dan mem­bantu memperlancar pemban­gunan proyek.

Tim pun bekerjasama dengan pengusaha yang dekat dengan Wafid Muharam yakni Paul Nelwan, Ida Nuraida, Dirut PT Biro Insinyur Eksakta, Sonny Anjangsono, Direktur Teknik dan Operasi PT Biro Insinyur Eksakta, Muhammad Arifin, Komisaris PT Methapora Solusi Global, Asep Wibowo, Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global untuk membuat desain maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Wafid meminta Ida dan Sonny meninjau lokasi. Termasuk me­nyiapkan dokumen masterplan tahun 2006 dan pagu anggaran Rp 125 miliar yang telah ditetap­kan dalam daftar isian pelaksan­aan anggaran APBN 2010.

Di sini, Sonny menemukan kendala dan potensi masalah di lapangan. Persoalan meliputi tidak ada peta lahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kondisi tanah yang labil. Masalah ini disampaikan ke Dedi dan Wafid Oktober 2009. Persoalan ini lalu dibawa dalam rapat di Kemenpora.

Rapat dihadiri Dedi, Wafid, Lisa, Paul, Wiyanto, Sonny, Asep Wibowo, Muhammad Arifin dan Ida Bagus Wirahadi Adhi. Dalam rapat, Muhammad Arifin dan Asep memaparkan desain P3SON Hambalang buatan PT Methapora Solusi Global. Desain ini berbeda dengan analisa Sonny karena tak sesuai dengan kondisi tanah Hambalang.

Wafid dalam rapat menyampai­kan desain Methapora akan di­paparkan ke Andi Mallarangeng selaku Menpora yang baru. Dalam kesempatan ini, Wafid minta Sonny membuat RAB sebesar Rp 2,5 triliun dengan rencana pembangunan dilak­sanakan multiyears.

Begitu Andi Malarangeng dilantik jadi Menpora, Tim pun melakukan paparan awal rencana pembangunan P3SONHambalang. Rapat dilaksana­kan di Lantai 10 ruang rapat Menpora yang dihadiri Andi Mallarangeng, Deddy, Wafid, Mohamad Fakhruddin, staf khusus menpora, Rio Wilarso, staf Dedi, Lisa Lukitawati, Wiyanto, Muhammad Arifin, Asep, dan Anggraheni.

Saat itu Wafid bilang status tanah Hambalang bermasalah karena belum ada sertifikat. Andi pun memerintahkan Wafid segera menyelesaikan masalah status tanah. Akhir 2009, setelah masterplan diperbaiki, dilakukan kembali pemaparan rencana pembangunan P3SON di kedia­man pribadi Andi.

Paparan kali ini, dihadiri Wafid, Deddy, Lisa, Wiyanto, Muhammad Arifin, asep, Anggraheni, Iim Rohimah, Rio, Poniran. Saat itu, Wafid menyampaikan perkiraan anggaran sekitar Rp 2,5 triliun dan akan ada hambatan di proses anggaran.

Keterangan Novanto Layak Jadi Pengembangan Kasus
Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Hanura Syarifudin Sudding mengatakan, keterangan saksi yang dihad­irkan dalam persidangan, bisa dijadikan acuan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelisik kasus lebih jauh.

Menurutnya, keterangan akuntan publik, Irfan Nur Andri dan Yahya Novanto yang me­nyebut ada kejanggalan dalam proses auditing, bisa dijadikan celah JPU mengembangkan ka­sus Hambalang. "Itu bisa dijadi­kan dasar untuk melihat apakah ada pidana lain," katanya.

Selain itu, tambahnya, pen­gakuan keduanya terkait den­gan tidak adanya data-data dalam proses audit selain dari PT Dutasari Citra Laras (PT DCL), menunjukkan kejang­galan lainnya.

Bahkan, menurutnya, per­mintaan mencari faktur fiktif dari Direktur Operasional PT DCLRonny Wijaya su­dah sangat wajar untuk KPK membuka penyelidikan baru. "Karena itu fakta persidangan, jadi sudah seharusnya ditindaklanjuti," tuturnya.

Anggota Komisi III DPR ini juga tidak menampik, apakah nantinya dalam kasus mega proyek tersebut akan menyeret nama baru sebagai sebagai tersangka. Dia pun mengingat­kan, dalam dakwaan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso telah disebut nama oknum Badan Anggaran DPR sebagai pihak yang di­duga menerima aliran dana dari proyek tersebut.

"Maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut ikut andil dalam menyusun angga­ran proyek Hambalang yang membengkak. Sekarang ting­gal kita tunggu saja, apakah nantinya KPK akan membawa dia ke dalam pusaran kasus ini," jelas Sudding.

Namun, Sudding berharap agar KPK bisa bertindak adil dalam menyelesaikan kasus tersebut. Dia juga menyatakan, tidak boleh ada pihak-pihak yang lolos dari jerat hukum. Apapun kesalahannya, perlu diproses secara hukum.

Pemalsuan Surat Bisa Dihukum Tujuh Tahun
Akhiar Salmi, Dosen Universitas Indonesia BIRO
 

Dosen hukum pidana UI Akhiar Salmi menyatakan, keterangan akuntan publik, Irfan Nur Andri dalam persidangan kasus Hambalang yang me­nyebut adanya perbedaan per­hitungan antara KPK dengan PT Dutasari Citra Laras (DCL) merupakan pintu masuk pe­nyelidikan baru.

Menurutnya, proses penghi­tungan yang dilakukan Irfan terhadap PT DCLrugi, karena adanya pesanan dari peru­sahaan pimpinan Machfud Suroso tersebut. Bahkan, adan­ya keterangan yang menyebut Direktur Operasional PT DCLRonny Wijaya pernah meminta untuk mencari faktur fiktif, semakin memperkuat indikasi adanya dugaan pidana lain.

Akan tetapi, dijelaskan Akhiar, jika terbukti benar ada perintah dari PT DCLterh­adap pemalsuan hasil audit perusahaan tersebut dalam proyek Hambalang, itu meru­pakan kasus yang berbeda.

Menurutnya, jika ada seseorang yang dengan sengaja memalsukan hasil audit, dapat diancam dengan hukuman pidana. Hal itu, sambungnya, sudah diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP ten­tang Pemalsuan Surat. "Hukumannya bisa enam atau tujuh tahun," jelasnya.

Sementara terhadap audi­tornya, menurut Akhiar, harus ditelaah lebih jauh perannya. Sebab, kata dia, bisa jadi audi­tor hanya disuruh memasukkan input data tanpa mengetahui kasus yang sebenarnya.

"Kalau dia tidak tahu, ya sulit untuk dijerat, kecuali dia tahu dan sepakat untuk me­malsukan hasil auditnya, maka akan menjadi tindak pidana. Namun, kasusnya berbeda dengan yang sebelumnya," ucap Akhiar. *** 

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya