Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR terus berkomitmen untuk menyediakan rumah layak huni dengan harga terjangkau bagi masyarakat melalui program sejuta rumah.
Menurut Basuki, MBR yang dimaksud bukanlah hanya masyarakat miskin, melainkan juga keluarga muda yang memiliki pendapatan kisaran sampai 7 juta rupiah. "MBR bukan berarti miskin tapi juga keluarga muda yang gajinya Rp 4 juta sampai Rp 7 juta,†ujarnya.
Beberapa kemudahan perizinan perumahan untuk MBR yang diberikan antara lain adalah kemudahan administrasi dan pelayanan, kemudahan waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan kemudahan dalam bantuan teknis dan informasi.
Kemudahan tersebut diberikan pada penyediaan rumah, baik dalam bentuk rumah sederhana tapak maupun rumah susun sederhana yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sejalan dengan kemudahan perizinan, Pemerintah hari ini mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XIII tentang Perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Isinya meliputi penyederhanaan jumlah dan waktu perizinan dengan menghapus atau mengurangi berbagai perizinan dan rekomendasi yang diperlukan untuk membangun rumah MBR dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan, menjadi 11 izin dan rekomendasi. Dengan pengurangan perizinan dan tahapn ini, maka waktu pembangunan MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.
Perizinan yang dihilangkan antara lain: izin lokasi dengan waktu 60 hari kerja, persetujuan gambar master plan dengan waktu 7 hari kerja, rekomendasi peil banjir dengan waktu 30-60 hari kerja, persetujuan dan pengesahan gambar site plan dengan waktu 5-7 hari kerja dan Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) dengan waktu 30 hari kerja.
Perizinan yang digabungkan, meliputi: (1) Proposal Pengembang (dengan dilampirkan Sertifikat tanah, bukti bayar PBB (tahun terakhir) dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa (dilampirkan dengan peta rincikan tanah/blok plan desa) jika tanah belum bersertifikat; (2) Ijin Pemanfaatan Tanah (IPT)/ Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian RUTR/RDTR wilayah (KRK) dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah/Advise Planning, Pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup: SPPL atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (sampai dengan luas lahan 5 Ha); serta (3) Pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup SPPL (luas < 5 ha), rekomendasi damkar, dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakaman.
Perizinan yang dipercepat, antara lain: (1) Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah kepada pihak developer (dari 15 hari menjadi 3 hari kerja); (2) Pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah (dari 90 hari menjadi 14 hari kerja); (3) Penerbitan IMB Induk dan pemecahan IMB (dari 30 hari menjadi 3 hari kerja); (4) Evaluasi dan Penerbitan SK tentang Penetapan Hak Atas Tanah (dari 213 hari kerja menjadi 3 hari kerja); (5) Pemecahan sertifikat a/n pengembang (dari 120 hari menjadi 5 hari kerja); dan (6) Pemecahan PBB atas nama konsumen (dari 30 hari menjadi 3 hari kerja). Perizinan yang ada di Kementerian PUPR yakni perizinan IMB ditargetkan sudah keluar maksimum tiga hari.
Pemerintah berharap, dengan PKE yang baru ini maka pembangunan rumah untuk MBR dapat lebih cepat terealisasi. Sebab, pengurangan, penggabungan, dan percepatan proses perizinan untuk pembangunan rumah MBR, akan mengurangi biaya untuk pengurusan perizinan hingga 70 persen.
Hari Ganie dari Real Estate Indonesia (REI) mengapresiasi kebijakan baru ini yang menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah dalam mendukung penyediaan perumahan untuk MBR. REI berharap pemerintah daerah yang langsung memberikan pelayanan perizinan didaerah dapat merespon kebijakan baru tersebut dengan cepat
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin menambahkan, Program Sejuta Rumah bukan program yang hanya dilihat dari aspek fisiknya saja namun masih banyak aspek lainnya, seperti aspek pembiayaan dan regulasi.
Syarif menjelaskan, pada 2015 lalu, pencapaian Program Sejuta Rumah hanya sebanyak 699.770 unit, termasuk di dalamnya rumah swadaya.
"Kemudian berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi per Agustus 2016, capaian Satu Juta Rumah 2016 hampir 400.000 unit yang terdiri dari 220.000 unit penyaluran pembiayaan perumahan oleh BTN, 100.000 unit dari pemerintah pusat, 8.800 dari pemerintah daerah, 16.000 unit dari kementerian dan lembaga lain, dan sisanya dari perumahan komersial,†ujarnya.
Sementara untuk tahun ini, pemerintah menetapkan target Program Sejuta Rumah terdiri dari 700.000 unit untuk MBR dan 300.000 unit lainnya untuk non MBR.
Selain memberikan kemudahan perizinan, pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan perumahan untuk mendukung Program Sejuta Rumah khususnya bagi MBR.
Sebut saja KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari Kementerian PUPR yang bekerjasama dengan Bank penyalur. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Maurin Sitorus mengatakan melalui KPR FLPP, masyarakat mendapat bunga sangat rendah 5 persen dan tetap sampai 20 tahun, uang muka ringan, angsuran rendah, bebas premi asuransi dan bebas PPN. Disamping itu bagi PNS mendapat bantuan uang muka melalui Bapertarum.
Pemerintah sendiri telah mengalokasikan anggaran FLPP senilai Rp 9,22 triliun untuk memfasilitasi penerbitan KPR FLPP bagi 84.000 unit pada tahun 2016. Disamping itu pemerintah juga membantu melalui program Subsidi Selisih Bung yang dialokasikan dananya tahun ini sebesar Rp 2,05 triliun dan Bantuan Uang Muka (BUM) sebesar 1,2 triliun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, backlog perumahan pada 2015 sebesar 11,4 juta unit atau menurun dari backlog pada 2010 yang mencapai 13,5 juta unit. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) backlog penyediaan perumahan diharapkan dapat berkurang menjadi sebesar 6,8 juta unit pada akhir 2019.
TIM
BERITA TERKAIT: